REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menganggap adanya kasus KDRT yang tidak terungkap sejak pandemi Covid-19. Kondisi ini diakibatkan hilangnya akses korban KDRT untuk melaporkan kekerasan yang dialami.
Dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pada 29 Februari - 10 Juni 2020 terdapat 787 kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP) dan 523 kasus KDRT. Jumlah kasus ini menurun pada periode 1 Januari - 28 Februari 2020 yaitu 1.237 kasus KtP dan 769 KDRT.
Walau jumlah kasus KtP dan KDRT turun, hal ini justru menjadi perhatian besar Kementerian PPPA. Sebab dikhawatirkan korban kehilangan akses untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya.
"Bisa karena takut, ruang gerak menjadi terbatas terutama di wilayah dengan sarana dan prasarana komunikasi serta transportasi yang tidak mendukung dalam mendapatkan akses layanan. Ditambah lagi, jika pusat penyedia layanan belum bisa berfungsi secara optimal," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA Vennetia R. Dannes dalam keterangan pers yang diterima Republika pada Sabtu, (13/6).
Vennetia menilai kondisi ini berpotensi menyebabkan laju pertambahan kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP) dan KDRT mengalami perlambatan, dari rata-rata 21 kasus KtP per hari sebelum Penetapan Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana (PPSKTDB) menjadi rata-rata 8 kasus per hari sesudah PPSKTDB. Adapun kasus KDRT dari rata-rata 13 kasus per hari sebelum PPSKTDB, turun menjadi rata-rata 5 kasus per hari sesudah PPSKTDB.
"Meski pun laju pertambahan kasus KDRT mengalami perlambatan sampai 37% dan selisih jumlah kasus mencapai 50% setelah memasuki PPSKTDB dibanding tahun sebelumnya, situasi ini belum dapat dikatakan menggembirakan. Justru diduga tingkat KDRT masih sama banyaknya dengan tahun-tahun sebelumnya," ujar Vennetia.
Kementerian PPPA berharap Dinas PPPA dan lembaga penyedia layanan perempuan dan anak dapat lebih pro aktif menjemput bola mendapat laporan kasus KDRT di wilayah mereka. Adapun lembaga penyedia layanan dimaksud, yaitu Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) atau Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) di seluruh Indonesia.
Diketahui, Kementerian PPPA berupaya memastikan hak-hak dasar perempuan dan anak selama masa pandemi dapat terpenuhi. Diantaranya dengan menginisiasi Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (BERJARAK) dengan 10 Aksi, melakukan optimalisasi Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA), membuat Protokol Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di masa pandemi Covid-19, memberian pemenuhan kebutuhan spesifik bagi perempuan dan anak, serta melakukan sosialisasi dan edukasi melalui berbagai jenis poster pencegahan penularan Covid-19 yang disebar hingga ke tingkat desa.