Kamis 11 Jun 2020 11:40 WIB

Persoalan Pelik di Laut China Selatan Menurut Kabakamla

Kapal coast guard-nya selalu hadir bersama dengan kapal ikan Vietnam.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Mas Alamil Huda
Menko Polhukam Mahfud MD (kiri) bersama Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya TNI Aan Kurnia (kedua kiri) menyaksikan penandatanganan kesepakatan bersama pengawasan, pengamanan, dan pemanfaatan sumber daya ikan Laut Natuna Utara oleh sejumlah perwakilan institusi, perusahaan dan asosiasi, di Mabes Bakamla, Jakarta, Jumat beberapa waktu lalu.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Menko Polhukam Mahfud MD (kiri) bersama Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya TNI Aan Kurnia (kedua kiri) menyaksikan penandatanganan kesepakatan bersama pengawasan, pengamanan, dan pemanfaatan sumber daya ikan Laut Natuna Utara oleh sejumlah perwakilan institusi, perusahaan dan asosiasi, di Mabes Bakamla, Jakarta, Jumat beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksdya Aan Kurnia, mengatakan, permasalahan di Laut China Selatan (LCS) atau Laut Natuna Utara (LNU) memiliki potensi konflik dengan Indonesia. Bukan dalam konteks batas wilayah teritorial, melainkan dalam konteks wilayah yurisdiksi pengelolaan sumber daya alam.

"Oleh karena itu solusinya perlu strategi dan insentif untuk mendorong eksploitasi dan kehadiran kapal ikan indonesia di natuna. Dan perlu strategi dan kolaborasi untuk mendorong peningkatan kehadiran simbol negara berupa aparat penegak hukum di Laut Natuna Utara," ujar Aan melalui keterangannya kepada Republika.co.id, Kamis (11/6).

Ia juga menyampaikan, sumber daya perikanan di LNU yang potensinya luar biasa belum bisa dinikmati sepenuhnya secara maksimal oleh Indonesia. Ada beberapa persoalan yang menyebabkan hal tersebut terjadi.

"Selain karena Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing oleh kapal-kapal ikan asing China dan Vietnam, juga karena tidak dapat hadirnya kapal ikan Indonesia sendiri di wilayah tersebut," jelas Aan.

Menurutnya, kapal ikan Indonesia yang berasal dari Natuna tidak memiliki kapasitas yang mumpuni untuk melakukan eksploitasi perikanan di LNU. Aan menjelaskan, rata-rata kapal ikan lokal dari Natuna berukuran kecil sekitar 5-10 GT dan menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat nelayan setempat.

"Kondisi ini juga diperumit dengan permasalahan batas di LNU yang masih belum selesai dengan Vietnam," terangnya.

Aan mengatakan, Indonesia dan Vietnam saat ini tengah menyelesaikan persoalan overlaping claim ZEE di LNU. Dalam kondisi tersebut, kata dia, seharusnya kedua pihak menahan diri dengan tidak melakukan kegiatan apa pun.

"Tetapi pada kenyataannya, saat ini kapal pemerintah Vietnam, yaitu kapal pengawas perikanan dan kapal coast guard-nya selalu hadir bersama dengan kapal ikan Vietnam di wilayah tersebut,” ungkapnya.

Kemampuan untuk hadir setiap saat itu belum mampu diimbangi oleh aparat penegak hukum Indonesia, baik oleh TNI AL, KKP dan Bakamla RI yang memiliki kewenangan berdasarkan wilayah yurisdiksi nasional di ZEEI. Itu ia sebut berdampak pada turunnya daya gentar penegakan hukum di LNU.

"Sehingga berpotensi meningkatkan IUU Fishing oleh kapal-kapal ikan asing Vietnam dan bahkan kapal ikan China,” ungkap Aan.

Indonesia, kata dia, mengambil peran sentral dalam mendorong agar IUUF dapat ditetapkan sebagai kejahatan transnasional, mengingat dampak luas yang ditimbulkan. Pun demikian dalam konteks regional, khususnya permasalahan di LCS, Indonesia menjadi salah satu pelopor declaration of conduct.

"Dan secara tegas mendukung keputusan Permanent Court of Arbitration sebagaimana ditegaskan kembali oleh permanent mission Indonesia untuk PBB dalam surat yang disampaikan pada tanggal 26 Mei 2020,” tutur dia.

Aan menerangkan, dalam konteks keamanan maritim yang luas, Indonesia terus mendorong kesepakatan bersama dan kesepahaman dalam cara pandang terhadap domain keamanan maritim.

Indonesia, kata dia, senantiasa mendorong langkah dan upaya untuk turut menciptakan keamanan maritim yang kondusif sehingga dapat mendukung aktivitas perekonomian nasional, regional, dan bahkan global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement