Rabu 10 Jun 2020 11:02 WIB

Demi Ekonomi, Menhub Revisi Batas Kapasitas Angkutan Umum

Kapasitas maksimal transportasi umum seperti pesawat dan bus bisa mencapai 70 persen.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kanan).
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rahayu Subekti, Arif Satrio Nugroho, Febrianto Adi Saputro

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi pada Senin (8/6), menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Regulasi tersebut diterbitkan untuk menindaklanjuti Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 7 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19.

Baca Juga

“Dengan ditetapkan ini dilakukan kembali aktivitas ekonomi yang akan berdampak pada peningkatan aktivitas perjalanan pergerakan oang melalui transportasi,” kata Budi dalam konferensi video, Selasa (9/6).

Untuk itu, Budi menegaskan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan antisipasi dengan melakukan penyempurnaan Permenhub Nomor 18 Tahun 2020. Budi menuturkan, pengendalian transportasi yang dilakukan menitikberatkan pada aspek kesehatan.

“Ini dilakukan karena kami berupaya untuk menyediakan transportasi agar masyarakat baik itu petugas transportasi maupun penumpang tetap bisa produktif namun tetap aman dari penularan Covid-19,” jelas Budi.

Salah satu ketentuan yang direvisi dari Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 yakni kapasitas maksimal transportasi umum sebesar 50 persen. Pada Permenhub Nomor 41 Tahun 2020, kapasitas maksimal transportasi umum bisa mencapai 70 persen, namun dengan syarat tetap melakukan penerapan protokol kesehatan.

“Semua wajib pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan. Juga harus menujukan identitas, keterangan kondisi sehat dengan melakukan tes PCR atau rapid tes atau menunjukan surat bebas gejala influenza jika di wilayahnya tidak ada layanan PCR dan rapid test,” jelas Budi.

Budi menjelaskan, secara umum ruang lingkup pengendalian transportasi yang dilakukan adalah untuk seluruh wilayah dan untuk wilayah yang ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pengendalian transportasi yang dilakukan tersebut meliputi penyelenggaraan transportasi darat yang mencakup kendaraan pribadi dan angkutan umum seperti mobil penumpang, bus, serta angkutan sungai, danau dan penyeberangan. Begitu juga dengan transportasi laut, udara, dan perkeretaapian.

“Ini tetap dilakukan dengan penerapan pembatasan jumlah penumpang dari jumlah kapasitas tempat duduk dan jaga jarak fisik mulai saat persiapan perjalanan, selama perjalanan, dan saat sampai tujuan atau kedatangan,” jelas Budi.

Terbitnya Permenhub Nomor 41 Tahun 2020, disambut surat edaran dari Direktur Jenderal Perhubungan di Kemenhub. Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan sudah menerbitkan Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2020 tentang Operasional Transportasi Udara dalam Masa Kegiatan Masyarakat Produktif dan Aman dari Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Aturan tersebut menjadi angin segar dan kelegaan tersendiri bagi maskapai seperti Garuda Indonesia yang akhirnya bisa mengangkut penumpang dengan kapasitas 70 persen. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan sebelumnya sudah mengupayakan agar adanya peningkatan kapasitas penumpang.

"Selama berminggu-minggu kita coba meyakinkan regulator bahwa ketentuan kapasitas sebelumnya 50 persen kurang pas," kata Irfan dalam video konferensi, Selasa (9/6).

Irfan menuturkan, selama ini sudah mencoba untuk meminta regulator untuk menaikkan ketentuan kapasitas tersebut di tengah penerapan jaga jarak fisik saat pandemi Covid-19. Pada akhirnya ia lega, karena permintaan untuk beroperasi dengan kapasitas pesawat 70 persen dapat diterapkan.

Meskipun begitu, Irfan menegaskan maskapai akan mengupayakan secara maksimal penerapan protokol kesehatan. "Kapasitas 70 persen ini tetap dengan jaga jarak fisik," tutur Irfan.

Sementara itu, Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon B Prawiraatmadja memastikan dengan relaksasi ketentuan penumpang pesawat menjadi 70 persen dipastikan tidak akan membuat maskapai beroperasi normal seperti bisanya. Denon menegaskan, momen relaksasi 70 persen kapasitas penumpang pesawat menjadi masa transisi.

"Kita tetap mematuhi ketentuan Gugus Tugas dan aturan ini bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk menggunakan transportasi udara," jelas Denon.

Dengan adanya regulasi baru, kapasitas angkutan darat seperti bus juga tidak lagi 50 persen saja. Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengatakan pada fase pertama yakni mulai 9-31 Juni 2020 kapasitas penumpang bus mulai ditingkatkan.

"Untuk kendaraan AKAP, AKADP, AJAP kapasitas keterisiannya penumpangnya menjadi 70 persen," kata Budi dalam konferensi video, Selasa (9/6).

Budi menjelaskan, kapasitas tersebut dinaikan dengan catatan operator bus tidak boleh menaikan tarif untuk bus premium. Budi memastikan kapasitas akan terus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan pada fase kedua yakni 1-31 Juli 2020 dan fase ketiga yang dinamakan era kenormalan baru pada 1-31 Agustis 2020.

Budi menegaskan, pada fase pertama meski terdapat peningkatan kapasitas penumpang bus namun tidak membuka semua terminal. "Kami buka semua terminal pada fase ketiga untuk terminal tipe A di seluruh Indonesia di luar zona merah," jelas Budi.

photo
New Normal yang menyimpan resiko. - (republika)

Kritik DPR

Terbitnya Permenhub Nomor 41 Tahun 2020 dikritik oleh sebagian anggota DPR khususnya dari Komisi V yang mengawasi sektor perhubungan. Anggota Komisi V (Perhubungan) DPR RI Muhammad Aras meminta mengkaji ulang pelonggaran aturan pembatasan penumpang pada transportasi umum.

"Mengingat kasus Covid-19 di Indonesia masih cukup tinggi. Keputusan ini berpotensi meningkatkan jumlah kasus positif Covid 19," kata Aras saat dikonfirmasi Republika, Rabu (10/6).

Aras menekankan, pandemi Covid-19 ini masih berstatus bencana nasional sesuai Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Status Bencana Nonalam Covid-19 sebagai Bencana Nasional pada 13 April 2020 lalu.  Oleh karena itu, melalui pesan tertulisnya, Aras menilai segala hal berkenaan dengan pencegahan penyebaran Covid-19 termasuk aturan pembatasan penumpang belum layak untuk dihentikan.

"Solusinya, sebaiknya semua mode transportasi umum diperbolehkan kembali beroperasi namun dengan tetap mempertimbangkan protokol kesehatan serta pembatasan penumpang," papar Aras.

Anggota Komisi V DPR Ahmad Syaikhu juga mengkritik penghapusan batasan jumlah penumpang 50 persen oleh Kemenhub. Menurut Syaikhu wabah Covid-19 belum selesai, hal tersebut dibuktikan dengan grafik  kasus baru Covid-19 yang belum melandai.

"Saya ingatkan kepada Kemenhub, wabah ini belum selesai. Grafik belum juga melandai. Jangan hapus batasan jumlah penumpang," kata Syaikhu dalam keterangan persnya kepada Republika, Rabu (10/6).

Ia memaparkan, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia setiap hari terus meningkat. Bahkan pada Selasa (9/6) tercatat rekor kasus baru, yaitu sebesar 1.043 kasus dalam sehari.

"Angka-angka ini secara jelas menunjukkan pandemi terus berlangsung. Tidak ada penurunan kasus," ujar Syaikhu.

Politikus PKS itu mengaku heran dengan terbitnya Permenhub No.41 Tahun 2020. Menurutnya, dalam kondisi pembatasan saja penderita Covid-19 masih terus meningkat, apalagi kini besaran jumlah penumpang dihapuskan.

Seharusnya, imbuh Syaikhu, Kemenhub menahan diri dari menerbitkan aturan yang kontra produktif terhadap upaya penghentian wabah Covid-19 ini. Selama adaptasi new Normal, menurut Syaikhu, pemerintah seharusnya tetap  mendukung penerapan physical distancing. Apabila telah terbukti efektif dalam menekan dan menurunkan jumlah penderita Covid19, maka pelonggaran dapat diterapkan.

Mantan wakil wali kota Bekasi itu  meminta Kemenhub membatalkan Permenhub Nomor 41 Tahun 2020. Kemenhub juga diminta melakukan konsultasi dengan sektor lain, seperti kesehatan, asosiasi dokter dan sebagainya untuk meminta masukan terkait pengendalian transportasi di masa adaptasi new normal.

"Batalkan kebijakan ini. Keluarkan peraturan yang tidak kontraproduktif. Jangan sepelekan nyawa rakyat," tegas Syaikhu.

photo
Presiden Joko Widodo dan New Normal (Ilustrasi) - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement