Ahad 07 Jun 2020 20:45 WIB

New Normal, Keterwakilan Pegawai di BKN Maksimal 50 Persen

Unit kerja agar mengidentifikasi pekerjaan yang dilakukan di rumah dan di kantor.

Rep: Fauziah Mursid, Dessy Suciati Saputri / Red: Ratna Puspita
Ilustrasi kegiatan di kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat, Jakarta. Badan Kepegawaian Negara (BKN) menetapkan keterwakilan pegawai di kantor untuk lingkungan BKN minimal 10 persen dan maksimal 50 persen.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Ilustrasi kegiatan di kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat, Jakarta. Badan Kepegawaian Negara (BKN) menetapkan keterwakilan pegawai di kantor untuk lingkungan BKN minimal 10 persen dan maksimal 50 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kepegawaian Negara (BKN) menetapkan keterwakilan pegawai di kantor untuk lingkungan BKN minimal 10 persen dan maksimal 50 persen. Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 15/SE/VI/2020 tentang Sistem Kerja Pegawai Dalam Tatanan Normal Baru yang dikeluarkan Kepala BKN untuk menindaklanjuti SE Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 58 Tahun 2020.

Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama BKN Paryono mengatakan, SE menjadi pedoman bagi setiap unit kerja untuk dapat mengidentifikasi jenis pekerjaan mana yang dapat dilakukan di rumah dan di kantor. Selain itu, SE juga untuk panduan pegawai dalam menjalankan pelayanan publik, penetapan komposisi kehadiran pegawai, penilaian kinerja, dan disiplin pegawai dalam penyelenggaraan kegiatan pada tatanan normal baru di lingkungan BKN.

Baca Juga

"Mengenai sistem kerja pegawai dalam tatanan normal baru, ditetapkan keterwakilan pegawai setiap unit kerja yang bekerja di kantor dengan jumlah paling sedikit 10 persen dan paling banyak 50 persen," kata Paryono melalui siaran pers di situs resmi BKN, www.bkn.go.id 

Ia mengatakan, melalui SE tersebut, seluruh pimpinan masing-masing unit setingkat Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama diminta untuk menetapkan keterwakilan jumlah dan nama pegawai setiap bulan. Sedangkan, sistem kerja unit dibuat dengan menggunakan format sebagaimana tertuang dalam SE.

Sementara pegawai yang bekerja di rumah dengan jumlah paling sedikit 50 persen dan paling banyak 90 persen. Bagi pegawai yang bekerja di rumah, diwajibkan hadir ke kantor apabila diperlukan dan melakukan pelaporan hasil kerja setiap harinya. 

"Selain itu terdapat larangan bepergian ke luar daerah bagi pegawai yang bekerja di rumah," katanya

Sedangkan untuk kantor regional atau rumah pegawai yang wilayahnya masih menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) maupun pembatasan sosial berskala lokal (PSBL), maka keterwakilan di kantor dan di rumah adalah 10 persen dan 90 persen.

Keterwakilan pegawai ini harus mempertimbangan, antara lain : domisili, usia, riwayat kesehatan, penggunaan transportasi kerja, jenis pekerjaan, kompetensi, kedisiplinan dan ketersediaan sarana kerja. Di bagian lain, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama di lingkungan BKN Pusat, wajib tetap masuk kantor dan beraktivitas seperti biasa.

Sementara di lingkungan Kanreg kewajiban tersebut ada pada Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama dan Administrator. "Dalam hal ini, pimpinan unit kerja juga diminta untuk melakukan pengawasan terhadap keberadaan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dan kondisi kesehatan pegawai di lingkungan kerjanya. Setiap pengawasan, hasil pengawasan dan rekapitulasi pengawasan dilaksanakan sesuai dengan SE terlampir," katanya.

Selanjutnya, Bagi pegawai yang melakukan pekerjaan di kantor maupun di rumah, wajib melaporkan hasil pekerjaan kepada atasan melalui aplikasi e-Kinerja. Untuk mengurangi risiko penularan Covid-19, jam kerja efektif pegawai yang bekerja di kantor dibatasi selama lima jam kerja.

Dengan waktu presensi masuk paling lama pada pukul 10.00 dan waktu presensi pulang paling lama pukul 18.00. Sedangkan, bagi pegawai yang bekerja di rumah tetap menggunakan ketentuan jam kerja normal yakni 7,5 jam. 

Ia mengatakan, presensi pegawai dilakukan secara manual yang format dan mekanisme pelaporan rekapitulasi pemantauan keberadaan dan kondisi pegawai juga digunakan sebagai bukti kehadiran sampai dengan adanya pemberitahuan tentang perubahan mekanisme pengawasan.

"Sistem kerja ini mulai berlaku pada tanggal sejak dikeluarkan SE tersebut yaitu 5 Juni 2020. SE ini akan dievaluasi lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement