REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan, pihaknya belum memutuskan apakah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Surabaya Raya akan diperpanjang atau tidak. Keputusannya, kata dia, akan diambil setelah rapat koordinasi pada Ahad (7/6) malam.
PSBB tahap III yang meliputi Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik tersebut sejatinya berakhir pada Senin (8/6). "Kalau PSBB Surabaya, malam nanti baru akan dikoordinasikan dengan pakar epidemologi," kata Khofifah di Tulungagung, Ahad (7/6).
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan akan mengusulkan kepada Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa agar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap III di daerah setempat tidak diperpanjang. Risma pun berharap usulan tersebut bisa diterima Khofifah.
"Mudah-mudahan nanti kami bisa diterima usulan itu oleh Bu Gubernur. Ini lagi bahas itu mudah-mudahan seperti itu (PSBB tidak diperpanjang)" kata Risma di Surabaya, Ahad (7/6).
Risma menjelaskan sejumlah alasan pengusulan PSBB di Kota Pahlawan, tak lagi diperpanjang. Salah satunya yakni karena faktor ekonomi.
Jika diperpanjang, Risma khawatir akan berdampak buruk ke sektor perhotelan, restoran, mal, hingga pertokoan, yang juga bisa berdampak buruk pada karyawannya. Risma tak ingin warganya tersebut kehilangan mata pencahariannya lantaran berhenti bekerja lebih lama.
"Karena ini ada permasalahan, masalah ekonomi dan sebagainya, mereka harus bisa nyari makan. Saya khawatir hotel, restoran kalau nggak bisa mulai dihidupkan kan mereka nanti pegawainya diberhentikan dan sebagainya. Kan karena enggak mungkin membayar orang terus dalam posisi menganggur dan mereka tidak punya income," ujar Risma.
Risma menegaskan, meski nantinya PSBB di Surabaya tak diperpanjang, bukan berarti ada pelonggaran protokol kesehatan. Dia menegaskan, masyarakat tetap harus menjalankan protokol kesehatan.
Bahkan, Risma mengaku tengah menyusun protokol lanjutan. Ia berharap nantinya masyarakat bisa disiplin mematuhinnya.
"Terus terang protokolnya saya detail kan, lebih kita detailkan. Nantinya kalau misalnya itu dilonggarkan, PSBB dicabut, protokolnya justru lebih ketat, karena supaya kita disiplin karena kita belum bebas 100 persen," kata Risma.
Protokol tersebut, kata dia, akan mengatur segala hal yang harus dijalani masyarakat ketika berkunjung atau beraktivitas di restoran, warung, atau di tempat-tempat umum lainnya. Misalnya soal mekanisme transaksi menggunakan uang tunai.
Risma mengatakan hal itu akan diatur dengan ketat, demi meminimalisir penularan Covid-19. "Jadi artinya kita harus lakukan protokol yang ketat, mulai nanti bagaimana di restoran, di warung. Bahkan kita juga atur pembayarannya, cara membayar menggunakan uang, itu cara menerima nya bagaimana," kata Risma.