REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno menyebut adanya kekhawatiran ketersediaan bahan pangan nasional akibat pandemi Covid-19. Menurutnya, Indonesia sebagai Negara yang masih mengandalkan beberapa komoditas impor sangat rentan terdampak bila terjadi krisis global.
"Bukan cuma kita saja, semua negara dunia merasakan adanya tekanan kemungkinan terjadinya krisis (pangan) global," kata Sandiaga Uno dalam keterangan, Kamis (4/6).
Sandiaga mengungkapkan, berdasarkan data sebelum pandemi Covid-19, Indonesia masih mengimpor 35 persen pasokan bawang putih, 24 persen persediaan daging dan 55 persen gula. Dia mengatakan, negara-negara lain pengekspor pangan akan sangat selektif dalam melakukan perdagangann.
"Mereka pasti harus memenuhi pasar lokalnya dulu," kata Sandiaga lagi.
Dia mengatakan, adanya teknologi untuk meningkatkan produksi pangan dalam negeri dengan mengadopsi kecerdasan buatan, Internet of Things (IoT), ATM beras dan lainnya. Dia juga mengimbau pemerintah untuk memaksimalkan e-commerce guna mendistribusikan komoditas pangan dan membuka akses pasar.
"Jangan sampai kita terus menerus bergantung pada bahan pangan yang impor, jadi harus ada inovasi di bidang pangan," katanya.
Mantan ketua umum HIPMI ini berpendapat bahwa Indonesia memerlukan digitalisasi pasar pangan. Terlebih, Mantan calon wakil presiden ini melanjutkan, Indonesia merupakan pasar e-commerce terbesar di Asia.
Menurutnya, artinya pasar sudah terbentuk tinggal bagaimana melakukan pendekatan. Dia mengatakan, hal itu agar pasar tersebut menghasilkan invoasi anak bangsa untuk mendukung ketahanan pangan.
"Jadi mari pakai produk buatan dalam negeri, buka lapangan kerja seluas-luasnya, dan kendalikan harga bahan pokok," katanya.