Rabu 03 Jun 2020 19:27 WIB

Menkominfo Tanggapi Putusan Pemblokiran Internet Papua

Menkominfo akan bahas dulu putusan melanggar hukum pemblokiran internet Papua.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Indira Rezkisari
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mengaku belum membaca amar putusan PTUN yang menyatakan Presiden dan Menkominfo bersalah dalam urusan pemblokiran internet Papua.
Foto: BSSN
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mengaku belum membaca amar putusan PTUN yang menyatakan Presiden dan Menkominfo bersalah dalam urusan pemblokiran internet Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menanggapi putusan Pengadilan Tata Usana Negara (PTUN) yang menyebut dia dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melanggar hukum karena melakukan pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat pada 2019 lalu. Pemerintah, ujarnya, menghargai keputusan pengadilan.

Johnny namun menekankan memiliki kewenangan untuk mencadangkan hak hukum sebagai tergugat. "Kami akan berbicara dengan Jaksa Pengacara Negara untuk menentukan langkah hukum selanjutnya," jelas Johnny, Rabu (3/6).

Baca Juga

Johnny sendiri mengaku belum membaca amar putusan PTUN yang menyatakan Presiden dan Menkominfo bersalah. Menurutnya, tidak benar petitum yang disampaikan penggugat dianggap sebagai amar putusan PTUN.

"Kami tentu hanya mengacu pada amar keputusan Pengadilan TUN, yang menurut informasi tidak sepenuhnya sesuai dengan petitum penggugat," jelas Johnny.

Johnny juga mengaku belum menemukan dokumen di kementeriannya terkait keputusan pemerintah untuk melakukan pemblokiran atau pembatasan akses internet di Papua. "Dan juga tidak menemukan informasi adanya rapat-rapat di Kominfo terkait hal tersebut. Namun bisa saja terjadi adanya perusakan terhadap infrastrukur telekomunikasi yang berdampak ganguan internet di walayah tersebut," katanya.

Ia menekankan pemerintah selalu mengambil kebijakan dengan mengedepankan kepentingan masyarakat umum, termasuk di dalamnya rakyat Papua. "Kami tentu sangat berharap bahwa selanjutnya kebebasan menyampaikan pendapat dan ekspresi demokrasi melalui ruang siber dapat dilakukan dengan cara yang cerdas, lebih bertanggung jawab dan digunakan untuk hal yang bermanfaat bagi bangsa kita," katanya.

Diberitakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tata Usana Negara (PTUN) menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Komunikasi dan Informatika melanggar hukum karena melakukan pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat pada 2019 lalu. Perkara tersebut diajukan 21 November 2019 dengan Nomor 30/G/TF/2019/PTUN.JKT.

"Mengadili, dalam eksepsi menyatakan eksepsi tergugat satu dan tergugat dua tidak diterima. Dalam pokok perkara, satu, mengabulkan gugatan para penggugat," ujar Hakim Ketua PTUN Jakarta, Nelvy Christin, saat membacakan putusan, Rabu (03/06).

Pemerintah dinyatakan melakukan perbuatan melanggar hukum atas perbuatan mereka pada Agustus hingga September 2019 lalu. Perbuatan melanggar hukum yang pertama, yakni melakukan pelambatan akses bandwith di beberapa wilayah kota/kabupaten di Provinsi Papua Barat dan Papua pada 19 Agustus 2019 pukul 13.00 WIT-20.30 WIT.

Perbuatan pemerintah yang diputus melanggar hukum berikutnya, yakni saat melakukan pemblokiran layanan dan/atau data pemutusan akses internet secara menyeluruh di 29 kota/kabupaten Provinsi Papua dan 13 kota di Papua Barat dari 21 Agustus sampai 4 September 2019 hingga pukul 23.00 WIT.

Pelanggaran hukum selanjutnya, yakni tindakan pemerintah yang memperpanjang pemblokiran internet di empat kabupaten di wilayah Papua, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya dan di dua kabupaten di wilayah Papua Barat. Yakni, Kota Manokwari dan Kota Sorong pada 4 September pukul 23.00 WIT sampai 9 September 2019 pada 20.00 WIT.

"Menyatakan tindakan pemerintahan yang dilakukan oleh tergugat I dan tergugat II adalah perbuatan melanggar hukum," ujar Nelvy.

Tergugat I dalam perkara ini adalah Presiden Republik Indonesia dan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Sedangkan pihak penggugat pada perkara ini adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang diwakili oleh Abdul Manan dkk dan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet) yang diwakili oleh Damar Juniarto dkk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement