Senin 01 Jun 2020 05:37 WIB

Indonesia Tunda Bayar Proyek KF-X Senilai Rp 5,9 Triliun

Korsel sebut TNI AL belum bayar uang muka pembelian tiga kapal selam Rp 14,6 triliun.

Rep: Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Kapal selam KRI Alugoro-405 melakukan uji coba di Selat Bali.
Foto: Antara/Budi Candra Setya
Kapal selam KRI Alugoro-405 melakukan uji coba di Selat Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Proyek jet tempur Korea Selatan (Korsel) senilai 18 triliun won atau sekitar 14 miliar dolar AS (Rp 214 triliun) menghadapi penundaan pembayaran di tengah pandemi Covid-19, sementara para pejabat yang terlibat telah memastikan proyek tersebut tidak berarti dihentikan.

Korea Aerospace Industries, sebagai satu-satunya produsen pesawat di Korsel, saat ini sedang mengembangkan pesawat tempur generasi berikutnya dengan Indonesia. Diluncurkan pada 2016, proyek KF-X bertujuan untuk mengembangkan jet tempur generasi baru, dan diproduksi massal mencapai 180 unit pada 2026.

Proyek terbesar dalam sejarah Korsel ini, masing-masing membutuhkan anggaran 8 triliun dan 10 triliun won untuk pengembangan dan produksi massal, yang ditanggung Korsel dan Indonesia. Indonesia bertanggung jawab atas 20 persen atau sekitar 1,8 triliun won yang setara dengan Rp 21,38 triliun untuk biaya pengembangan pesawat generasi 4,5 tersebut.

Namun, pemerintah Indonesia telah menunda pembayarannya akhir-akhir ini, sebesar 500,2 miliar won atau sekitar Rp 5,952 triliun yang jatuh tempo pada April 2020. “Biasanya, kontrak pertahanan antara militer dan perusahaan pertahanan melibatkan jaminan,” kata seorang pejabat militer Korsel, dikutip dari The Korea Herald pada pekan kemarin.

"Namun, proyek KF-X tidak termasuk agunan karena merupakan proyek pengembangan bersama berdasarkan nota kesepahaman (MoU), bukan kontrak pertahanan. Indonesia seharusnya membayar bagiannya setiap tahun," kata pejabat militer Korsel itu melanjutkan.

MoU antara Administrasi Program Akuisisi Pertahanan Korea dan militer Indonesia diteken pada 2010. Karena proyek jet tempur KF-X tidak memiliki jaminan, tidak ada pengaruh (kekuatan hukum) untuk memaksa Indonesia memenuhi tenggat waktu pembayaran. Berdasarkan kesepakatan itu, Indonesia akan menggunakan 50 jet tempur, dan produksi sisanya digunakan Korsel.

"KAI (Korea Aerospace Industries) tidak dalam posisi untuk mengomentari status anggaran, tetapi jet tempur generasi berikutnya sedang dikembangkan sesuai rencana dan akan diperkenalkan pada 2021," kata seorang pejabat perusahaan Korea Aerospace Industries.

Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) merupakan perusahaan pertahanan lain yang turut dipengaruhi oleh ketidakpastian (pembayaran) dari Indonesia. Meskipun Indonesia telah memesan pembelian senilai 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 14,6 trilun kepada DSME pada April 2019, untuk memproduksi tiga kapal selam berkapasitas 1.400 ton, nyatanya pembayaran di muka (DP) belum dilakukan.

“Angkatan Laut Indonesia (TNI AL) belum membayar uang muka, tetapi begitu pembayaran selesai, hampir 100 persen Indonesia akan membayar sisa kesepakatan 1 miliar dolar AS, karena Bank Mandiri yang dikelola pemerintah negara Indonesia memberikan jaminan,” kata seorang pejabat DSME.

Sepertinya kontrak tersebut merujuk pada termin kedua pembelian kapal selam, lantaran termin pertama Indonesia sudah membeli tiga kapal selam, yang dua dibuat di galangan DSME dan satu diproduksi di PT PAL, Kota Surabaya.

Sementara perusahaan pertahanan Korsel lainnya, Hanwha Defense mengatakan, wabah virus corona menambah kesulitan dalam upaya untuk memenangkan kontrak pertahanan di luar negeri. Saat ini, sistem pertahanan udara jarak pendek Hibrid Biho, yang dilengkapi dengan rudal darat ke udara jarak pendek LIG Nex1 berbasis Chiron dan Redback Infantry Fighting Vehicle telah terpilih untuk proyek militer di India dan Australia.

"Ketika negara-negara menyesuaikan anggaran mereka untuk menanggapi wabah Covid-19, ada tantangan dalam rencana kami untuk memenangkan kontrak pertahanan," kata seorang pejabat perusahaan. "Namun, belum ada gangguan terkait kontrak yang telah ditandatangani."

Militer India, yang berencana untuk menghabiskan anggaran 130 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1.902 triliun dalam lima hingga tujuh tahun ke depan untuk memodernisasi angkatan bersenjatanya. India telah memilih sistem rudal buatan Korsel untuk diakuisisi pada Oktober 2018, meskipun kesepakatan belum ditandatangani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement