Kamis 28 May 2020 23:46 WIB

Cerita Stigma Balita di Garut Seusai Sembuh dari Covid-19

Seorang anak di Garut sembuh dari Covid-19 namun masih mendapatkan stigma.

Masker wajah yang dibuang di jalan raya. (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE / GIUSEPPE LAMI
Masker wajah yang dibuang di jalan raya. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Garut sempat merilis seorang anak laki-laki berusia 2 tahun 2 bulan yang positif Covid-19. Namun, saat ini balita tersebut telah dinyatakan negatif dan sembuh. Balita itu diperkenankan kembali ke rumahnya sejak pertengahan Mei lalu.

Baca Juga

Republika berbincang dengan orang tua balita tersebut, Hasanudin Gandi (34 tahun), yang kini tinggal di Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut, melalui sambungan telepon pada Kamis (28/5). Kepada Republika, ia berkisah bahwa masih ada stigma dari masyarakat sekitar. Seolah-olah keluarga mereka dianggap sebagai pembawa penyakit.

Ia mengaku tak tahu persis penyebab awal mula anaknya terpapar Covid-19. Namun, ia bersama bersama keluarganya memang baru kembali dari Jakarta pada awal April.

Sengaja mereka pulang ke Garut lantaran Jakarta sepi. Penghasilannya di Jakarta sebagai penjual nasi di Pasar Pagi, kawasan Kota, Jakarta, tak bisa lagi memenuhi kebutuhan keluarganya. Karena itu, satu-satunya pilhan hanyalah pulang kampung agar bisa tetap bertahan hidup.

"Sampai di Garut, keadaan anak demam. Setelah itu, kita bawa ke puskesmas terdeka, lalu dirujuk ke Garut (RSUD dr Slamet). Karena dia pulang dari zona merah mungkin," kata dia.

Di RSUD dr Slamet, balita laki-laki itu ternyata dinyatakan sebagai pasien dalam pengawasan (PDP) dan harus dirawat. Alhasil, anak itu dirawat sekira dua pekan, yaitu pada 10-24 April. Setelah itu, balita itu diperbolehkan pulang ke rumahnya.

Menurut Hasan, sesampainya di rumah kondisi anaknya telah normal. Bahkan, anaknya juga bermain seperti biasanya.

Namun, pada 28 April datang petugas kesehatan dengan mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap. Balita laki-laki yang sebelumnya dinyatakan sembuh ternyata divonis positif Covid-19 melalui hasil tes swab.

"Ketika itu anak sudah tidak ada masalah, tapi karena dijemput, ketentuannya seperti itu kita ikuti saja. Namanya orang kampung," kata dia.

Hasan mengatakan, anaknya itu dijemput untuk diisolasi di RSUD dr Slamet. Menurut dia, selama diisolasi di rumah sakit, anaknya ditemani oleh istrinya. Sementara anggota keluarga yang lain tak diperkenankan berkunjung. Jika ingin memberikan makanan, harus dititipkan melalui petugas keamanan.

Selama 23 hari, pada 28 April hingga 18 Mei, anaknya diisolasi di rumah sakit. Setelah itu, baru anaknya dinyatakan sembuh dan negatif Covid-19 pada pertengahan Mei lalu.

"Waktu itu, anak saya diantar pulang dan disaksikan oleh aparat juga," kata dia.

Namun, menurut dia, meski sudah dua pekan berlalu, masih ada pandangan negatif dari masyarakat sekitar. Padahal, lanjut dia, seluruh keluarganya telah dinyatakan negatif. Bahkan, keluarganya kesulitan jika ingin mencari ojek untuk pergi ke pasar.

"Masih ada saja yang takut. Jadi kita juga korban perasaan juga ke lingkungan. Terasa enggak enak," kata dia.

Sebelumnya, Juru Bicara Covid-19 Ricky Rizki Darajat mengatakan, balita berusia 2 tahun 2 bulan itu telah dinyatakan sembuh pada Selasa (19/5). Pasien dipastikan sembuh setelah dikonfirmasi melalui tes swab sebanyak dua kali.

Ricky menjelaskan, balita itu sebelumnya dinyatakan positif pada Selasa (28/5). Setelah mendapatkan perawatan di RSUD dr Slamet, balita itu kembali menjalani tes swab dan dinyatakan negatif. Untuk memastikan, tes swab dilakukan kembali dan hasilnya negatif.

"Jadi sudah dua kali hasilnya negatif," kata dia.

Menurut Ricky, balita itu kemungkinan tertular dari orang tuanya yang bekerja sebagai wiraswasta di Jakarta. Selain itu, balita tersebut juga pernah diajak ke Jakarta sebelumnya.

"Orang tuanya sudah dinyatakatan negatif juga. Jadi sudah kita kembalikan," kata dia.

Hasan mengatakan, hingga saat ini keluarganya masih memilih untuk tetap tinggal di Garut. Sebab, kembali ke Jakarta pun akan sia-sia lantaran kondisi di sana dinilai masih sepi. Namun, di Garut pun tak banyak yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Menurut dia, hingga saat ini belum ada bantuan sosial yang diterimanya. Padahal, keluarga lain sudah mendapatkan bantuan.

Ia mengaku sudah didata oleh aparat desa setempat agar mendapatkan bantuan. Namun, hingga saat ini bantuan itu belum juga turun.

"Sejauh ini kita hanya dapat bantuan beras 3 kilogram, sirop, dan minyak sekilo. Padahal kita korban langsung, tapi tak dapat bansos," kata dia.

photo
New Normal di Sekolah - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement