Senin 25 May 2020 06:07 WIB

Bertugas Saat Lebaran, Ini yang Buat Tenaga Medis Kecewa

Tenaga medis ungkapkan suka duka bertugas selama ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri

Rep: Mabruroh/ Red: Bayu Hermawan
Tenaga medis (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Tenaga medis (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan tahun ini, menjadi yang pertama kali bagi Anestia Pratiwi, tenaga medis di RSUD Pasar Minggu, menjalankan tidak bersama keluarga tercinta. Anestia harus bertugas merawat pasien Covid-19 selama bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.

Anes, panggilan akrab tenaga medis itu mengaku, perasaan rindu selalu menghingapinya. Namun, dirinya tidak bisa banyak berbuat, selain harus puas hanya bisa berkomunikasi secara virtual dengan keluarga tercinta di rumah.

Baca Juga

"Rindu pasti, khawatir juga karena banyak tenaga medis yang tumbang dan positif (Covid-19). Tetapi orang tua selalu doain juga, selalu memberikan semangat," ujarnya saat berbincang via telepon, Ahad (24/5).

Namun, ternyata tak bisa bertemu keluarga bukan hal yang membuatnya kecewa. Anes mengaku dirinya justru kecewa melihat masyarakat yang masih tetap acuh tak acuh dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Anes merasa, perjuangan dirinya bersama teman-teman seluruh tenaga medis yang berada di garda terdepan melawan Covid-19 tidak dianggap.

"Sedih ya, karena kan kita sudah dua bulan lebih dikarantina, tidak bisa ketemu keluarga. Kita sudah berjuang, sedangkan masyarakat masih ramai di luar. Kita sedih ya, kita kecewa aja," katanya.

"Apalagi mereka (oknum masyarakat) tidak menerapkan physical distancing, masih banyak yang enggak pakai masker. Kita tuh berharap semoga masyarakat mau diajak kerja sama ikuti aturan pemerintah, untuk bantu Kita mutus mata rantai covid ini," ujarnya melanjutkan.

Ramadhan kali ini, Anes mengaku memang sangat berat tantangannya. Ia yang bertugas di rumah sakit rujukan Covid-19 harus siap sedia setiap saat. Setiap hari tubuhnya dibalut dengan hazmat berlapis-lapis. Sementara hidung dan mulutnya ditutup dengan masker. Peluh tentu saja mengucur deras, bahkan ruangan ber-AC tidak dirasakan.

"Pakai hazmat itu haduh rasanya sudah sesak, panas kan, apalagi kalau puasa itu kita 12 jam enggak makan minum, terasa banget," ucapnya.

Namun tidak henti-henti juga ia bersyukur, memiliki keluarga yang mendukung. Serta tidak sedikit juga orang-orang baik yang kerap kali mengirimkan makanan setiap harinya. Saat disinggung mengenai THR dan intensif untuk para tenaga kesehatan, Anes mengaku tidak tahu. Bahkan banyak teman-temannya yang justru saling menanyakan kapan THR dan intensif itu turun.

"Kita juga banyak tanya-tanya, kok belum turun, itu uang di mana, di skip buat nanti atau bagaimana. Semoga cepat turun biar imun kita naik," ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement