REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang hadir untuk mengawasi proses penyaluran bantuan sosial atau bansos tidaklah tepat. Menurut Kurnia, dengan sikap seperti itu, perlahan-lahan Firli Bahuri jauh lebih terlihat sebagai politisi dibandingkan sebagai Ketua KPK.
"Kesimpulan itu lahir karena yang bersangkutan terlalu sering mengikuti atau mengadakan acara-acara yang bersifat seremonial belaka," kata Kurnia dalam pesan singkatnya, Jumat (22/5).
Hal tersebut tampak mulai dari menunjukkan keahlian memasak nasi goreng disaat kritik tajam mengarah pada kinerja KPK sampai pada mendampingi Menteri Sosial untuk membagikan bantuan sosial di wilayah Jakarta di tengah situasi PSBB karena pandemi Covid-19. Padahal, sambung Kurnia, Pasal 6 UU KPK memang menyebutkan bahwa salah satu tugas KPK adalah melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
"Akan tetapi, implementasi dari aturan tersebut bukan berarti dimaknai bahwa seorang Pimpinan KPK harus turut hadir dalam setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara. Menurut hemat saya, tugas KPK sebatas mengkaji kebijakan pemerintah sebagai upaya pencegahan sembari menindak tatkala ada oknum-oknum yang melakukan perbuatan koruptif," jelas Kurnia.
"Pertanyaan penting lainnya: apakah Firli Bahuri juga turut hadir untuk meninjau terselenggaranya bantuan sosial kepada masyarakat dari Sabang sampai Merauke? Atau hanya sekadar gimmick semata?," ujarnya.
Sementara Pakar Hukum Margarito Kamis menilai kehadiran Firli Bahuri dalam mengecek langsung distribusi Bantuan Sosial (Bansos) Sembako Presiden bersama Menteri Sosial dalam rangka mengimplementasikan fungsi pengawasan dan pencegahan agar pemberian bansos kepada masyarakat terdampak Covid-19 tidak disalahgunakan dan tepat sasaran.
Margarito menyebut kehadiran Firli merupakan hal yang biasa, dan tidak ada yang salah. "Bagi saya ini biasa saja, malah itu merupakan bagian cara lain yang mengimplementasikan fungsi pencegahan. Sejauh yang saya mengerti, dia (Firli) bicara bahwa tindakan pembagian bansos dan segala macam harus tepat sasaran. Bagi saya itu bagus," kata Margarito saat dihubungi.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara tersebut, pernyataan ICW tersebut jangan ditanggapi karena bagian dari penilaian yang tidak ada substansi permasalahan. Sebab apa yang dilakukan Firli tidak ada tindakan yang salah dalam hal kewenangan lembaga antirasuah.
"Menurut saya, Firli jalan saja, tidak ada yang fatal disitu. Kalau pernyataan (ICW) apapun itu, biarkan aja, itu bagian dari penilaian. Yang paling pokok adalah bahwa tindakan-tindakan dia (Firli) tidak mendegradasi atau mengakibatkan kewenangan-kewenangan KPK itu tertangguhkan," ujarnya.
"Kehadiran Firli di peristiwa itu sama sekali tidak berakibat tertangguhkannya kewenangan KPK, andai ada hal-hal lain. Malah kehadiran itu merupakan implementasi dari fungsi pencegahan KPK," tegasnya.
Lebih lanjut Margarito menyebut bahwa kehadiran Firli dalam melakukan pengecekan pembagian bansos dalam rangka menjalankan fungsi pencegahan.
"Kalau dia (Firli) tidak mendampingi, bagaimana memberikan penilaian terhadap fungsi pencegahan. Kemudian apakah dengan mendampingi itu terus mengakibatkan kalau ada peristiwa melawan hukum, lalu berubah menjadi tidak melawan hukum hanya karena didampingi oleh Firli, bagi saya kan tidak," tuturnya.
Diharapkan kedepannya, lanjut Margarito, perlu ada strategi khusus dalam rangka menjalankan fungsi pencegahan yang dilakukan KPK terhadap pemberian bansos.
"Tentu saja di masa depan harus ada strategi yang lebih komprehensif dalam mengimplementasikan fungsi pencegahan itu," jelasnya.
Menurut Margarito, KPK mesti cerdas menempatkan diri, itu harus dipikirkan oleh Firli, terutama dalam rangka pengawasan pelaksanaan penanganan Covid-19 yang menelan biaya Rp 405,1 triliun. "Dititik itu KPK dengan Firli sebagai ketua, harus menemukan cara dan strategi yang tepat didalam mengelola pengawasan itu," imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, pihaknya hadir untuk mengawasi proses penyaluran agar tepat sasaran dan tidak ada penyelewengan di lapangan.
“Kami sengaja datang untuk memberi kepastian bahwa setiap warga negara berhak menerima bantuan dengan berpegang pada prinsip bantuan harus tepat sasaran, dan pengecekan distribusi bansos bukan hanya tugas pencegahan yang tertuang di pasal 6 huruf a namun ini juga tugas monitoring sesuai pasal 6 huruf c UU KPK no 19 tahun 2019,” kata Firli.