REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Emil Salim mengingatkan, pentingnya pilihan diversitas pangan sebagai cara menghadapi krisis di masa depan akibat pandemi penyakit maupun sebab lainnya.
Mantan menteri lingkungan hidup tersebut dalam diskusi 'Membangun Kembali Indonesia Pascapandemi' yang diadakan Thamrin School for Climate Change and Sustainability di Jakarta, Selasa (19/5), mengatakan, Indonesia jangan mengandalkan impor pangan lagi dan swasembada itu perlu.
Meski demikian, menurut dia, perlu untuk mengubah kebiasaan nutrisi masyarakat sehingga bukan hanya beras yang dikonsumsi, tapi ada diversitas pangan. “Dan kekayaan hayati itu jadi penting karena memberi makna pembangunan yang berkelanjutan,” ujar Emil.
Isu keanekaragaman hayati tersebut, menurut Emil, bisa menjadi input untuk kondisi kesehatan sekarang ini. Bahkan, kata dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) saja setiap hari minum jamu untuk menaikkan imunitas tubuh, yang sebenarnya sudah merupakan bentuk pemanfaatan keanekaragaman hayati.
Itu bisa menjadi sumbangan untuk dunia agar bisa mengajak semua mengubah visi Bappenas yang memang membutuhkan petunjuk perihal pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk penguatan pangan.
Cara lain untuk memastikan kecukupan nutrisi pangan nasional dalam menghadapi krisis di masa depan, menurut Emil, dapat mengembangkan urban farming yang memang juga sudah berkembang di banyak negara dunia. Urban farming yang dikembangkan Singapura, menurut dia, dapat juga menjadi contoh. “Jadi jangan BUMN, biarkan masyarakat yang bekerja."
Bagaimanapun upaya memastikan ketersediaan pangan masyarakat untuk antisipasi masa krisis, menurut dia, poin terpentingnya ada pada pemberian nilai tambah sehingga mampu menaikkan kesejahteraan masyarakat.