REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Refly Harun mengomentari penangkapan kembali Bahar bin Smith karena dinilai melanggar aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Menurut dia penangkapan itu adalah bentuk tindakan subjektif para penegak hukum.
Refly menjelaskan, pelanggaran PSBB sebenarnya dilakukan banyak orang, bukan hanya oleh Bahar bin Smith. Tapi, penegak hukum secara subjektif bisa menentukan mana yang akan ditindak dan mana yang tidak.
"Secara objektif memang melanggar, tapi yang melanggar tidak hanya Habib Bahar saja. Dalam tanda kutip 'Habib Bahar terpilih'," kata Refly saat menjadi moderator dalam kuliah politik Amien Rais yang bertemakan "Tauhid Sosial: Kenapa Kita Harus Berpolitik", Selasa (19/5).
Refly lantas mencontohkan kejadian serupa pada kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Panjaitan yang menjerat Said Didu. Menurut dia, Said Didu juga 'terpilih' layaknya Bahar bin Smith.
"Kasus baru-baru ini ada Said Didu sama Faisal Basri. Yang terpilih Said Didu. Jadi memang diskriminasi penegakan hukumnya seperti itu," ucapnya.
Habib Bahar bin Smith kembali dijebloskan ke penjara pada Selasa dini hari. Ia ditangkap oleh aparat di pesantrennya, Pondok Pesantren Tajul Alawin, Kampung Poktua, Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.
Ia sebelumnya dibebaskan pada Sabtu (16/5) dengan status asimilasi atau belum bebas murni dari Lapas Klas IIA Cibinong, Bogor. Ia dihukum selama tiga tahun penjara atau hingga 31 Desember 2021 dalam kasus penganiayaan dua remaja di pondok pesantrennya.
Namun setelah dibebaskan dengan status asimilasi, Bahar dinilai melanggar aturan asimilasi. Sebab, ia mengadakan ceramah yang menghadirkan banyak jamaah di saat Kabupaten Bogor sedang menerapkan PSBB.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Reynhard Silitonga, mengatakan, Bahar dinilai telah melakukan sejumlah tindakan yang dianggap menimbulkan keresahan di masyarakat, yakni menghadiri kegiatan dan memberikan ceramah yang provokatif, serta menyebarkan rasa permusuhan dan kebencian kepada pemerintah.