Senin 18 May 2020 16:04 WIB

Jokowi Belum Longgarkan PSBB Tetapi Akui Siapkan Skenarionya

Pemerintah menyiapkan skenario pelonggaran PSBB untuk setiap daerah di Indonesia.

Presiden Joko Widodo meninjau proses distribusi sembako tahap ketiga bagi masyarakat kurang mampu dan terdampak COVID-19 di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, Senin (18/5/2020).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo meninjau proses distribusi sembako tahap ketiga bagi masyarakat kurang mampu dan terdampak COVID-19 di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, Senin (18/5/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Sapto Andika Candra, Arie Lukihardianti, Antara

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, pemerintah belum akan melonggarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat ini. Ia pun meminta agar hal ini disampaikan kepada masyarakat sehingga protokol kesehatan tetap dipatuhi.

Baca Juga

Namun, Jokowi mengakui tengah menyiapkan skenario pelonggaran PSBB. Skenario ini baru akan diputuskan setelah mempertimbangkan berbagai data dan fakta perkembangan corona di lapangan.

“Karena kita harus hati-hati, jangan keliru kita memutuskan,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas percepatan penanganan pandemi Covid-19 di Istana Merdeka, Senin (18/5).

Jokowi mengatakan, dalam dua pekan ke depan, pemerintah pun masih akan fokus pada larangan mudik dan mengendalikan arus balik. Karena itu, ia meminta Kapolri dan Panglima TNI untuk memastikan larangan mudik ini berjalan efektif di lapangan.

“Dan perlu diingat juga bahwa yang kita larang itu mudiknya, bukan transportasinya,” tegas Jokowi.

Menurut dia, moda transportasi masih dapat beroperasi dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat, untuk melayani distribusi logistik, mengangkut penumpang yang beraktivitas untuk urusan pemerintahan, kesehatan, maupun kepulangan pekerja migran, dan untuk urusan ekonomi.

Menurut Jokowi, upaya yang paling efektif untuk mengendalikan penyebaran virus corona ada di masyarakat paling bawah. Hal ini disampaikannya setelah menerima laporan dari para kepala daerah baik yang menerapkan PSBB maupun yang tidak menerapkan PSBB di wilayahnya.

“Laporan yang saya terima dari para gubernur baik yang menerapkan PSBB maupun yang tidak menerapkan PSBB, memang kesimpulannya adalah yang paling efektif dalam pengendalian penyebaran covid ini adalah unit masyarakat yang paling bawah,” kata Jokowi.

Karena itu, Presiden meminta agar gugus tugas di tingkat RT/RW ataupun desa semakin diperkuat. Hal ini, kata dia, menjadi kunci utama untuk menekan angka pertambahan kasus Covid-19 di berbagai daerah.

“Saya minta seluruh kepala daerah untuk memperkuat gugus tugas tingkat RT RW atau desa. Atau misalnya di Bali ada desa adat, ini penting sekali, ini kunci, kuncinya ada di sini,” ucapnya.

Pemerintah memang sedang menyiapkan mekanisme pelonggaran pembatasan sosial untuk setiap daerah di Indonesia. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, penentuan apakah suatu daerah siap diberikan pelanggaran pembatasan sosial akan mengacu pada beberapa aspek.

Aspek yang dimaksud adalah pertimbangan epidemiologi, kesiapan daerah dalam menekan laju penambahan kasus positif Covid-19, kapasitas fasilitas kesehatan, kesiapan sektor publik, dan kedisiplinan masyarakat. Pemerintah, ujar Airlangga, tetap mengutamakan kajian epidemiologi untuk melihat apakah sebuah daerah siap dilonggarkan pembatasan sosialnya atau tidak.

Pemerintah juga akan dibuat sistem penilaian untuk menggambarkan kesiapan setiap daerah dalam menghapdai pelonggaran pembatasan sosial. Kesiapan daerah dalam memasuki normal baru akan dibagi menjadi lima tingkat.

Level pertama adalah level krisis yang artinya daerah tersebut belum siap memasuki normal baru. Level kedua, level parah yang juga menunjukkan daerah belum siap memasuki normal baru.

"Tapi di Jawa Barat rata-rata tidak ada yang di level paling parah," kata Airlangga.

Level ketiga, bernama level substansial. Keempat, level moderat saat daerah dianggap mulai siap untuk standar normal baru. Level kelima, level rendah (penularan Covid-19) dengan status daerah siap memasuki normal baru.

"Beberapa sektor sedang siapkan scope-nya, standar operating dan prosedur," jelas Airlangga.

Menko PMK Muhadjir Effendy, menambahkan, dalam ratas siang tadi, Presiden menekankan pentingnya masyarakat agar siap memasuki new normal atau norma baru dalam tatanan kehidupan sehari-hari. Artinya, seluruh kegiatan masyarakat nanti akan berbeda dengan sebelumnya, yakni dengan menerapkan protokol kesehatan secara optimal.

"Jadi mengurangi PSBB, dalam rangka untuk meningkatkan atau memulihkan produktivitas. Dan di satu sisi wabah Covid-19 tetap bisa dikendalikan dan ditekan hingga nanti pada antiklimaks bisa selesai terutama setelah ditemukan vaksin," jelas

Salah satu daerah yang mulai berencana melonggarkan PSBB adalah Provinsi Jawa Barat (Jabar). Gubernur Jabar Ridwan Kamil memastikan PSBB di Jabar yang akan berakhir pada Selasa (19/5), tidak akan diperpanjang.

"Kesimpulannya PSBB Provinsi Jabar dilanjutkan tapi secara proposional. Tidak lagi secara maksimal di 27 kabupaten/kota," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil dalam konferensi pers, Senin (18/5).

Emil mengatakan, Pemprov Jabar akan mengklasterkan daerah hingga ke tingkat kelurahan dan desa dalam lima zona, yakni hitam, merah, kuning, biru, dan hijau. Level kewaspadaan ini tergantung dari kondisi di setiap kelurahan/desa.

Untuk zona merah, kata dia, di mana sekarang diterapkan di wilayah Provinsi Jabar, artinya PSBB dilakukan secara ketat. Dengan PSBB ini, pergerakan masyarakat dan kendaraan maksimal hanya boleh 30 persen.

Kemudian, kata dia, ada zona kuning atau artinya cukup berat penyebaran Covid-19. Dalam zona ini PSBB akan lebih ringan di mana kegiatan masyarakat dan barang bisa mencapai maksimal 60 persen.

"Untuk level dua itu zona biru di mana kegiatan bisa 100 persen tapi tidak boleh ada kerumunan terlebih dulu," katanya.

Kemudian, kata dia, zona paling aman adalah zona hijau di mana warga bisa 100 persen berkegiatan. Mereka pun diperbolehkan untuk berkativitas seperti biasa tanpa batasan orang.

"Boleh ada kerumunan tapi tetap dengan memerhatikan protokol kesehatan," katanya.

Namun, kata dia, hingga saat ini belum ada Kabupaten/Kota yang masuk dalam zona hijau. Empat daerah masuk dalam zona biru, sembilan zona kuning, dan 14 daerah zona merah.

Ekonom senior Indef Faisal Basri mengatakan bahwa, pelonggaran PSBB seperti kelonggaran bekerja bagi warga berusia 45 tahun ke bawah perlu diputuskan dengan pertimbangan keilmuan, pendampingan ahli pandemi, dan basis data yang akurat. Terlebih kebijakan itu akan dilakukan saat kasus Covid-19 di Indonesia belum mèreda.

Dalam webinar di Jakarta, Senin, Faisal mengatakan kebijakan pelonggaran bisa efektif jika kasus baru harian dan jumlah kematian harian turun secara konsisten dalam satu hingga dua pekan.

"Tapi kemarin angka kematian naik lagi jadi 55 kasus. Jadi angka new cases kita fuktuatif," katanya.

Ia menjelaskan, kasus aktif yang harus jadi hitungan pemerintah yakni angka kumulatif kasus Covid-19 dikurangi angka kematian dan angka pasien sembuh. Jika tren kasus aktif turun, pelonggaran bisa dilakukan.

Namun, pelonggaran pun tetap harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengulangi kejadian di Iran di mana negara itu kecolongan terjadi pelonggaran saat kasus aktif mulai menurun. Sayangnya, karena lengah, kasus aktif pun kembali meningkat.

Faisal menegaskan, perlu dilakukan tes semaksimal mungkin guna mengetahui kondisi yang sesungguhnya. Tes masif harus dilanjutkan dengan tracing, tracking, kemudian barulah dilakukan treatment. Rangkaian tersebut dinilainya tidak bisa lagi ditawar.

"Nanti di daerah mudik, mereka yang membawa virus itu akan berjejer di lapangan atau tenda untuk perawatan karena tidak ada cukup tempat. Dokter pun sudah lelah karena sudah dua bulan tidak pulang. Maka tolong empatinya juga bagi saudara kita yang sudah disiplin dua bulan," katanya.

photo
Relaksasi PSBB - (mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement