REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila, yang telah disahkan menjadi inisiatif DPR menuai kontroversial. Sebab, dalam RUU HIP ini tidak memasukan Tap MPRS XXV/ 1966 sebagai pedoman larangan ideologi komunisme atau marxisme-leninisme.
Terkait hal itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily mengatakan RUU HIP besar kemungkinan akan mengalami perubahan, sebab masih akan dibahas di DPR RI. "Soal tidak ada pencantuman TAP MPRS XXV/1966 sebagai pedoman larangan ideologi komunisme atau marxisme-leninisme dalam bagian konsideran, masih sangat terbuka untuk menjadi pertimbangan untuk masuk dalam konsideran," ujar Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (17/5).
Ace pun menegaskan bahwa prinsipnya, Partai Golkar mendukung upaya untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar ideologi kehidupan kenegaraan dan kebangsaan. Sebagai kader Partai Golkar, ia juga memiliki kewajiban ideologis untuk mengamalkan ideologi Pancasila sebagai dasar kehidupan negara.
Bahkan dalam Musyawarah Nasional (Munas) tahun 2019 lalu, lanjut Ace, bahwa sebagai pembela dan pengamal Pancasila, Partai Golkar senantiasa konsisten melaksanakan ideologi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maka pihaknya mengajak seluruh komponen bangsa meneguhkan mengamalkan dan menyosialisasikan Pancasila sejak usia dini serta memperjuangkan lahirnya UU Pengamalan Nilai-Nilai Pancasila.
"Salah satu latar belakang bagi kelahiran Golkar adalah karena kami menentang dengan ideologi komunisme, marxisme-leninsme dan ideologi lainnnya yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila," tegas Ace.
Oleh karena itu, menurut Ace, jika ada kalangan yang berusaha untuk membangkitkan kembali ideologi komunisme tentu Partai Golkar tidak akan membiarkan ideologi itu tumbuh kembali di Indonesia. RUU HIP sendiri disahkan menjadi inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna pada Selasa (12/5) lalu.