Rabu 13 May 2020 22:40 WIB

Peneliti: Taipan Tambang tak akan Reklamasi Lubang Tambang

Penelantaran lubang bekas tambang itu berpotensi melanggar hak-hak warga sekitar.

Rep: Intan Pratiwi / Red: Agus Yulianto
Peneliti Auriga Nusantara Iqbal Damanik (kanan) bersama Koordinator JATAM Merah Johansyah (kiri) dan Direktur Kampanye Coaction Indonesia Verena Puspawardani (tengah) menyampaikan paparan pada konferensi pers peluncuran gerakan Bersihkan Indonesia di Jakarta.
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti Auriga Nusantara Iqbal Damanik (kanan) bersama Koordinator JATAM Merah Johansyah (kiri) dan Direktur Kampanye Coaction Indonesia Verena Puspawardani (tengah) menyampaikan paparan pada konferensi pers peluncuran gerakan Bersihkan Indonesia di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan disahkannya Revisi UU Minerba Nomer 4 Tahun 2008 oleh pemerintah dan DPR, maka akan menjadi alasan para taipan tambang untuk tidak melakukan reklamasi dan pemulihan lahan bekas tambang.

Peneliti Auriga Nusantara Iqbal Damanik mencatat, ada 87.307 hektare (ha) lubang bekas tambang yang terancam tak direklamasi. Menurut dia, lewat revisi UU ini pemerintah menjamin perpanjangan izin perusahaan pertambangan tanpa ada evaluasi perusahaan-perusahaan terkait atas kewajiban mereka terhadap reklamasi dan pascatambang.

"Penelantaran lubang bekas tambang itu berpotensi melanggar hak-hak warga di sekitar tambang dan memakan korban jiwa," ujar Iqbal, Rabu (13/5).

Iqbal mengatakan, UU baru Minerba juga luput menyorot tanggungjawab pengusaha pertambangan atas konservasi kawasan pasca-tambang. Padahal, pemerintah bisa memasukkan ketentuan soal sanksi bagi perusahaan yang tak melakukan kewajiban tersebut dalam batang tubuh Undang-Undang Minerba.

Sebaliknya pemerintah justru menghilangkan pembatasan kawasan eksplorasi tambang seluas 15.000 ha di dalam Pasal 83 ayat (c)Revisi UU tersebut. Hal ini memungkinkan perusahaan-perusahaan yang sebelumnya mangkir dari kewajiban pascatambang untuk menciptakan kerusakan lebih luas.

Sebelumnya, DPR dan pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) melalui Rapat Paripurna yang digelar Selasa (12/5).

Dalam Pasal 47 (a) revisi beleid tersebut disebutkan bahwa jangka waktu kegiatan operasi produksi tambang mineral logam paling lama adalah 20 tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan dua kali masing-masing 10 tahun setelah memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.

Hal serupa juga diberikan pada pertambangan Batubara, meski di Pasal 47 UU sebelumnya, tak ada kata 'dijamin' melainkan kata 'dapat diperpanjang'.

Bahkan, dalam pasal 47 (g), pertambangan batu bara yang terintegrasi dengan kegiatan pertambangan dan atau pemanfaatan selama 30 tahun akan dijamin memperoleh perpanjangan 10 tahun.

Sementara, dalam Pasal 169 A draft Revisi UU Minerba, disebutkan bahwa Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengelolaan Batubara (PKP2B) diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian setelah memenuhi sejumlah persyaratan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement