REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Buronan Nurhadi Abdurrahman tak kunjung tertangkap. Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menyebut bekas Sekretaris Mahmakah Agung Nurhadi rutin menukarkan uang di dua perusahan penukaran uang (money changer) di Jakarta.
"Awal minggu ini, saya mendapat informasi teranyar yang diterima terkait jejak-jejak keberadaan Nurhadi berupa tempat menukarkan uang asing ke rupiah," ucap Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.
Ia mengungkapkan ada dua tempat penukaran uang di Jakarta yang biasa digunakan Nurhadi untuk menukarkan uang dolar miliknya, yaitu di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, dan Mampang, Jakarta Selatan. Namun dalam pernyataannya, dia tidak menjelaskan lebih lanjut mata uang asing yang ditukarkan Nurhadi itu.
"Inisial tempat penukaran uang adalah V (di Cikini) dan M (di Mampang). Biasanya tiap minggu menukarkan uang dua kali sekitar Rp1 miliar untuk kebutuhan sehari-hari dan akhir pekan lebih banyak sekitar Rp1,5 miliar untuk gaji buruh bangunan serta gaji para pengawal," katanya.
Adapun, kata dia, yang melakukan penukaran uang langsung ke lokasi, yakni menantunya yang juga menjadi buronan KPK, Rezky Herbiyono, dan karyawan kepercayaannya.
Atas informasi itu, MAKI pada Rabu (6/5) juga telah menyampaikannya ke KPK secara detil termasuk nama penukaran uang itu dan juga lokasinya.
"Saya berharap setidaknya KPK bisa melacak jejak-jejak keberadaan Nurhadi dari transaksi tersebut dan segera bisa melakukan penangkapan," ujar Boyamin.
Sebelumnya, kata dia, MAKI juga telah menginformasikan ke KPK terkait harta kekayaan milik Nurhadi, yakni rumah, villa, apartemen, pabrik tisu di Surabaya, kebun sawit di Sumatera Utara, dan usaha burung walet di Tulungagung.
"Dengan diketahui harta benda dan cara penukaran uang, semestinya KPK mampu untuk mempersempit pergerakan Nurhadi dan menantunya sehingga memudahkan untuk menangkapnya," ujar dia.
Diketahui, Nurhadi merupakan tersangka kasus suap dan gratifikasi perkara di MA pada tahun 2011-2016 bersama Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto. Ketiganya telah dimasukkan dalam status DPO sejak 11 Februari 2020.