REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah dokumen terkait mekanisme penerimaan peserta didik baru (PPDB) DKI Jakarta beredar luas di kalangan guru, orang tua murid, dan lembaga bimbingan belajar pada Kamis (7/5). Sejumlah orang tua pun melancarkan protesnya mengenai ketentuan sistem zonasi yang menerapkan seleksi berdasarkan usia untuk calon siswa tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA).
"Tidak adil kalau seleksinya berdasarkan usia, apa gunanya nilai akademik selama ini?" tanya Vita Mutia, salah seorang warganet melalui akun Facebook-nya.
Sementara itu, salah satu orang tua murid kelas tiga SMP di Jakarta Timur, Nuniek Lestari, menganggap seleksi berdasarkan usia akan membuat anaknya berada di urutan bawah dalam daftar calon siswa SMA di dekat rumahnya. Ia mengatakan, anaknya belum genap berusia 15 tahun ketika tahun ajaran baru dimulai.
"Harus diprotes ini," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis.
Saat dikonfirmasi mengenai kebenaran informasi dalam dokumen tersebut, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta menyatakan hingga saat ini petunjuk teknis PPDB tersebut belum dirilis. Kepala Hubungan Masyarakat Disdik DKI Jakarta Sonny Juhersoni mengatakan, mekanisme PPDB masih dibahas.
"Disampaikan bahwa saat ini PPDB DKI sedang dalam pembahasan akhir," kata Juhersoni saat dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (8/5).
Juhersoni memastikan, bila pembahasan PPDB telah selesai maka petunjuk teknis (juknis) terkait PPDB tersebut akan disampaikan pada publik. Penyampaian itu dilakukan melalui sarana resmi Pemprov DKI Jakarta.
"Juknis PPDB 2020/2021 akan di-release melalui sarana informasi resmi dinas pendidikan," kata Juhersoni.
Dalam informasi yang beredar di media sosial, sistem zonasi disebut mendapatkan persentase 50 persen kuota PPDB. Dalam tabel tersebut tertera calon peserta didik dari jalur zonasi diseleksi berdasarkan usia. Syarat umum usia maksimal 15 tahun untuk SMP dan 21 tahun untuk SMA, terhitung sebelum 21 Juli 2020.