Jumat 08 May 2020 16:36 WIB

Pemerintah Akui Sempat Gamang Hadapi Pandemi Covid-19

Mahfud tegaskan tidak ada pertengkaran menteri dan gubernur.

Rep: Ronggo Astungkoro, mimi kartika/ Red: Agus raharjo
Mahfud MD.
Foto: Prayogi/Republika
Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengakui pemerintah sempat gamang menghadapi pandemi Covid-19. Hal itu membuat seolah terjadi ketidakkompakan antara pemerintah pusat dengan daerah.

Mahfud mengatakan, ada opini yang menyebut seakan-akan pemerintah pusat dengan pemda tidak kompak. Selain itu, ada pula pihak yang menyebut pemerintah gamang dalam menangani Covid-19 ini. Padahal, kata dia, pemerintah pusat dan pemda sudah sering melaksanakan rapat koordinasi untuk menyelesaikan permasalahan dalam penanganan Covid-19.

Baca Juga

"Sekarang pertanyaannya, apakah ada satu negara di dunia ini yang tidak gamang? Semuanya serba buru-buru. Kita juga menghadapi kegamangan yang sama pada saat itu," ujar Mahfud dalam Rapat Kerja Komite I DPD secara daring, Jumat (8/5).

Ia menjelaskan soal polemik yang membuat seolah ada pertengkaran antara menteri dan gubernu. Menurutnya, hal itu akibat perbedaan data yang dimiliki pemerintah pusat dengan Pemda DKI Jakarta. Mahfud menegaskan, tidak ada pertengkaran antara menteri dengan gubernur, yang ada hanyalah masalah keterlambatan data saja.

"Berita bahwa ada konflik atau pertengkaran antara seorang menteri dan gubernur sebenarnya masalahnya hanya itu. Tidak ada pertengkaran karena memang masalah data yang terlambat saja," ujarnya.

Ia menjelaskan, soal perbedaan data tersebut, pada mulanya ada kesepakatan antara pemerintah dengan pemda soal porsi bantuan yang akan diberikan. Bantuan yang pemberiannya dibebankan kepada pemerintah pusat dijanjikan akan diberikan oleh Pemda DKI Jakarta. Namun, hingga waktu yang ditentukan data tersebut tidak kunjung sampai kepada pemerintah pusat.

"Ada yang tidak dapat, DKI protes. Lalu dalam sebuah pertemuan ditanya, 'mana datanya?' Ternyata datanya tidak pernah diserahkan, jadi pusat itu menunggu," tutur dia.

Di samping itu, Mahfud menilai, situasi akibat pandemi Covid-19 ini begitu mendesak. Itu menyebabkan munculnya berbagai pendapat di tengah masyarakat tentang langkah yang dilakukan pemerintah dalam menangani Covid-19 ini.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Akmal Malik mengakui, pemerintah daerah tidak mudah membaca kebijakan pusat terkait penanganan Covid-19 ketika bertentangan dengan kondisi riil. Menurutnya, ada gap antara kapasitas pemerintah pusat dan daerah yang seringkali menimbulkan distorsi dalam melaksanakan kebijakan tersebut.

"Tidak mudah memang membangun hubungan antara pusat dan daerah ini, karena memang kapasitas antara pusat dan daerah juga tidak sama, gap ini lah yang seringkali menimbulkan distorsi dalam upaya-upaya pemerintah daerah melaksanakan kebijakan-kebijakan tadi," ujar Akmal dalam diskusi virtual, Jumat (8/5).

Ia menuturkan, kepala daerah yang sulit menerjemahkan kebijakan sesuai kondisi di lapangan tergambar dalam sidang pendapat antara Bupati Lumajang dan Bupati Bolaang Mongondow Timur. Kemendagri sudah berkomunikasi dengan keduanya dan meminta mereka bijaksana dalam menyikapi perbedaan.

Kemendagri mendorong kepala daerah bersinergi dengan pemerintah pusat menyelesaikan persoalan akibat Covid-19. Selain itu, ia juga meminta kepala daerah tidak mencari kelemahan dari sistem yang ada.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement