Selasa 05 May 2020 12:17 WIB

Tuntutan Penyintas Pelecehan dan Klarifikasi IM Alumnus UII

IM tidak membawa buku tersebut dan mengajak penyintas untuk mengambil buku ke kosnya.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Mas Alamil Huda
Ilustrasi Pelecehan Seksual. (Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Pelecehan Seksual. (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Penyintas atau korban yang melaporkan dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan alumnus Universitas Islam Indonesia (UII), IM, terus bertambah. Narahubung penyintas dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Meila Nurul Fajriah, menyebut, sudah ada 26 orang melapor.

"Hingga 4 Mei 2020, jumlah pengaduan yang kami terima berjumlah 26 orang," kata Meila melalui rilis media yang disampaikan pada Senin (4/5).

Pengaduan ini yang langsung masuk ke LBH Yogyakarta dan ada pula yang lewat tangan kedua yaitu dari akun @Fasyateixeira. Yang mana, diberikan kepada LBH Yogyakarta dengan persetujuan penyintas.

Sedangkan, orang-orang yang mengadu lewat Aliansi UII Bergerak masih belum mau kasus dirinya diberikan kepada LBH Yogyakarta. Keputusan itu sendiri memang harus dihormati.

Meila menekankan, dari semua kasus yang masuk memang tidak dapat diceritakan satu persatu kronologisnya karena terkait privasi penyintas. Tapi, perlu diberitahukan modus dan pola yang dilakukan IM bermacam-macam.

Mayoritas dilakukan dengan menghubungi korban via DM Instagram, membalas beberapa Insta Story dengan nada candaan lalu menanya urusan perkuliahan. Beberapa korban juga ada yang sampai berbalas pesan via WhatsApp.

Setelah soal perkuliahan, IM melanjutkan obrolan dan menggiring ke beberapa pertanyaan dengan nada sensual. Seperti tentang aktivitas berpacaran, pernah tidak check-in hotel, kos bebas atau tidak dan mitos-mitos soal hubungan seksual.

Ada pula yang dihubungi lewat panggilan telfon dan video, diisi obrolan bernada seksual sampai menunjukkan perbuatan tidak senonoh. Bahkan, ada yang melalui modus menjual buku IELTS dan TOEFL lewat cash on delivery (COD).

Tapi, saat COD, IM tidak membawa buku tersebut dan mengajak penyintas untuk mengambil buku ke kosnya. Di sini, penyintas diminta mengambil buku sendiri dalam kamar dan tiba-tiba IM menutup kamar tersebut.

"Kemudian, mencoba untuk memeluk penyintas dari belakang dan sentuhan tersebut membuat penyintas kaget," ujar Meila.

Menurut Meila, ada satu penyintas yang mengaku dipaksa IM berhubungan badan. Meski begitu, hingga kini LBH belum bisa menceritakan kronologis lengkap karena kondisi psikologis penyintas yang masih sangat trauma kejadian itu.

LBH masih terus mendata keseluruhan kronologis yang dialami korban-korban. Walaupun, tidak bisa dipublikasi demi menjaga kondisi mental dan psikologis penyintas yang sampai saat ini belum siap identitasnya diketahui publik.

LBH mencatat setidaknya tiga harapan penyintas yang sudah melaporkan dugaan pelecehan seksual yang mereka terima. Pertama, agar IM mengakui seluruh tindakan pelecehan seksual yang diduga dilakukannya kepada publik tanpa menyebut nama penyintas.

Kedua, tidak ada lagi institusi, komunitas, organisasi maupun sekelompok orang yang memberi panggung bagi IM. Baik untuk jadi penceramah, pemateri, ataupun segala bentuk glorifikasi, termasuk di dalam UII.

Tiga, UII sebagai almamater dari mayoritas penyintas, harus membuat regulasi terkait pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. Agar, tidak terjadi lagi kasus-kasus yang serupa.

LBH Yogyakarta sendiri bukan satu-satunya lembaga yang menerima pengaduan atas dugaan pelecehan seksual yang dilakukan IM. Ada pula lembaga resmi seperti LKBH UII dan lembaga internal UII.

 

Siap konsekuensi

IM akhirnya angkat suara terkait segala tuduhan yang dialamatkan kepadanya. IM memberikan klarifikasinya dari Australia. Dia mengaku baru mengklarifikasi karena baru saja mengaktifasi kembali sosial medianya, dan memang sedang jauh dari Tanah Air.

"Mengenai pemberitaan yang beredar sekarang, jujur ingin saya katakan dari lubuk hati yang terdalam kalau saya kaget dan terpukul," kata IM lewat akun Instagramnya.

Ia turut menyayangkan tidak ada satupun pihak yang menghubunginya meminta klarifikasi. Sehingga, ketika berita tersebar secara cepat dan masif, IM mengaku tidak memiliki kesempatan untuk melakukan pembelaan diri.

IM menyebut dirinya diajari dan didik untuk menjadi pribadi yang berjiwa besar, bertanggung jawab, kooperatif dan ksatria. Karenanya, jika ada yang merasa dirugikan, sebagai warga negara ia mempersilakan untuk menempuh jalur hukum.

Jika dibawa ke ranah hukum, IM meminta dihadirkan bersama orang-orang yang merasa pernah dirugikan. Sehingga, bisa saling adu argumen dan klarifikasi dengan cara baik untuk mengetahui siapa yang benar dan siapa yang salah.

"Saya siap untuk menerima segala konsekuensi, baik benar maupun salah dengan pembuktian hukum yang sah. Tapi nanti setelah membaik karena sekarang dunia sedang dalam wabah Covid-19 terisolasi dan saya sedang tidak di Indonesia," ujar IM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement