Selasa 28 Apr 2020 09:20 WIB

Satu Lagi Dokter Meninggal karena Pasien tak Jujur

Pasien asal Pemalang tidak jujur mengungkap kondisinya kepada dr Indra.

Dokter gigi menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) saat memeriksa pasien di salah satu klinik gigi di Jakarta, Rabu (22/4/2020). Penggunaan APD tersebut untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19 dan menjadi Standar Operasional Prosedur (SOP) pemeriksaan gigi saat pandemi. Upaya ekstra dilakukan mencegah dokter terpapar Covid-19 dari pasien.
Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA
Dokter gigi menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) saat memeriksa pasien di salah satu klinik gigi di Jakarta, Rabu (22/4/2020). Penggunaan APD tersebut untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19 dan menjadi Standar Operasional Prosedur (SOP) pemeriksaan gigi saat pandemi. Upaya ekstra dilakukan mencegah dokter terpapar Covid-19 dari pasien.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Bowo Pribadi

Duka menyelimuti RSUD dr Soewandhie, Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin (27/4) malam. Salah seorang dokter setempat meninggal diduga akibat terpapar virus corona penyebab Covid-19.

Baca Juga

Sejumlah dokter, perawat, serta tenaga medis lainnya terlihat berkumpul di parkiran rumah sakit setempat. Mereka berbaris, berjajar memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum dr Berkatnu Indrawan Janguk sebelum jenazahnya dimakamkan di salah satu tempat pemakaman umum di Surabaya.

Isak tangis pihak keluarga pun mengiringi keberangkatan jenazah almarhum dokter Indra dari rumah sakit menuju peristirahatan terakhir. Begitu juga ketika sejumlah petugas berpakaian APD (alat pelindung diri) memasukkan jenazah ke liang lahat.

"Saya ikut berduka cita atas meninggalnya dokter Indra. Almarhum merupakan mahasiswa saya saat kuliah kedokteran di UWK (Universitas Wijaya Kusuma) Surabaya," kata dosen tetap di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dr Sukma Sahadewa MSos MKes.

Menurut Sukma, dokter asal Muara Teweh, Kalimantan Tengah, yang meninggal itu semasa hidupnya memiliki kepribadian yang baik dalam pergaulan dan tekun dalam menjalankan tugasnya sebagai dokter. Selain itu, dia menambahkan, almarhum juga terkenal dengan pribadi yang tulus serta tidak pernah marah dengan siapa pun. Bahkan, almarhum hormat kepada seniornya termasuk guru-gurunya di kampus tempatnya belajar kedokteran.

Sukma mengaku punya kedekatan dengan almarhum semasa hidupnya. Bahkan, kalau tidak ada kesibukan di rumah sakit, almarhum beberapa kali meluangkan waktu untuk bermain musik bersama.

"Dulu beliau sering main band bareng dengan saya. Makanya saya benar-benar kehilangan seorang teman seprofesi dan partner bermain musik," katanya.

Hal sama juga dikatakan dosen dan senior almarhum lainnya di Universitas Wijaya Kusuma (UWK), Dr Akmarawita Kadir MKes. Ia turut berduka cita atas berpulangnya dokter Indra yang merupakan mahasiswanya di UWK angkatan 2010.

"Kasihan, masih muda. Semoga arwahnya diterima di sisi-Nya," katanya.

Almarhum merupakan putra dari pasangan suami istri Suriawan Prihadi yang merupakan kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Barito Utara, Kalimanten Tengah, dan Inriaty Karawaheni yang merupakan Asisten III Setda Barito Utara.

Koordinator Protokol Kesehatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, Febria Rachmanita, mengatakan, almarhum semasa hidupnya memang memiliki riwayat penyakit asma. Tiga pekan lalu, almarhum juga sempat melakukan tes swab di RSUD Soewandhie dan hasilnya dinyatakan positif Covid-19.

"Dia memang punya penyakit bawaan asma, terus kemudian kemarin itu awal swab-nya positif Covid-19, terus dirawat, sembuh sudah. Kemudian, swab-nya negatif tiga kali," kata Febria.

Bahkan, menurut Febria, beberapa hari terakhir saat dirawat di ICU RSUD dr Soewandhie, kondisi almarhum membaik. Bahkan, Senin (27/4) pagi kondisinya juga membaik. Namun, kemudian terjadi pembengkakan pada jantungnya sehingga dr Indra meninggal dunia sekitar pukul 17.46 WIB.

Febria mengatakan, dr Indra sebelum berpulang adalah dokter yang menangani pasien Covid-19 asal Pemalang. Namun, karena pasien tersebut tidak mengaku kalau positif Covid-19, akhirnya almarhum ikut terpapar.

Padahal, pertama kali almarhum mengambil swab itu tiga pekan yang lalu dan hasilnya positif, terus melakukan dua kali tes swab dan dinyatakan negatif. Namun, ternyata tubuhnya tidak bisa membentuk imun sehingga nyawanya tidak tertolong.

Menurut dia, karena almarhum memiliki riwayat asma, dimungkinkan sering kali ia membuka masker pada saat merawat pasien. Hal inilah yang kemudian membuat almarhum cepat tertular virus corona.

Febria berharap kelak tidak ada lagi pejuang medis, baik itu dokter maupun perawat, yang terpapar hingga kehilangan nyawanya saat menangani pasien Covid-19. "Perawat dan dokter adalah garda terdepan. Walaupun mereka menggunakan APD (alat pelindung diri) lengkap, tapi saya berharap tidak ada lagi pejuang medis yang terpapar hingga meninggal," katanya.

Tenaga medis di Surabaya yang sebelumnya meninggal dunia akibat Covid-19 adalah Hastuti Yulistiorini, perawat senior di RS Siloam Hospital Surabaya. Hastuti meninggal dunia pada 16 April 2020.

Kasus adanya pasien tidak jujur sebelumnya juga telah terjadi di RSUP dr Kariadi, Semarang, pada 17 April 2020. Saat itu ada sekitar 46 tenaga medis, yang terdiri atas dokter spesialis, perawat, tenaga penunjang medis, hingga nonmedis, di rumah sakit setempat terpapar Covid-19.

Kepada petugas, pasien yang datang berobat tersebut tidak mengatakan bahwa dirinya baru saja bepergian dari zona merah Covid-19. Akibatnya puluhan tenaga medis tersebut tertular sehingga harus menjalani isolasi mandiri di Hotel Kesambi Hijau, Semarang, selama 14 hari.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyesalkan adanya pasien yang berbohong saat berobat karena ketidakjujurannya itu mengakibatkan puluhan tenaga medis RSUP dr Kariadi, Semarang, terinfeksi Covid-19. Untuk itu, Ganjar meminta seluruh warga Jateng bersikap jujur agar tidak menambah jumlah orang yang positif terinfeksi virus corona jenis baru itu.

Sebelumnya juga ada pemberitaan terkait dengan ketidakjujuran pasien di RSUD Purwodadi. Hal tersebut menyebabkan 76 pegawai RSUD dinyatakan positif Covid-19 pada 10 April 2020.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengonfirmasi bahwa tidak kurang dari 24 dokter meninggal akibat virus corona. Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadillah mengonfirmasi sekurangnya 16 perawat meninggal dunia terkait virus itu. Dari data itu, tidak kurang dari 40 tenaga kesehatan telah gugur dalam tugas berat menangani Covid-19.

Presiden Jokowi juga menginginkan seluruh tenaga kesehatan mendapat APD terbaik dan sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo saat menyampaikan arahan dari Presiden Jokowi selepas rapat terbatas itu meminta jajarannya menerapkan upaya agar tidak ada lagi tenaga medis yang wafat karena menangani pasien terinfeksi virus corona.

Penekanan dari Presiden Jokowi untuk memberikan perlindungan optimal kepada dokter dan tenaga medis lain sebagai garda dilakukan dengan memastikan ketersediaan APD bagi tenaga medis yang bertugas menangani pasien terkait Covid-19. Pasalnya, pihaknya tidak ingin ada lagi dokter yang wafat akibat perlindungan belum maksimal.

Ketua Umum PB IDI Daeng Mohammad Faqih meminta penunjukan rumah sakit khusus dan pendistribusian APD untuk tenaga medis lebih banyak lagi.

Sukarelawan BNPB, dr Tirta Mandira Hudhi, juga meminta masyarakat untuk terbuka dan jujur di tengah darurat penanganan pandemi Covid-19 seperti yang terjadi sekarang ini. Menurut dia, sekarang ini yang paling berbahaya dalam upaya penanganan dan pencegahan penyebaran Covid-19 justru meliputi kelompok orang tanpa gejala (OTG).

Mereka tidak memiliki gejala apa pun, tetapi ternyata telah terinfeksi Covid-19. "Maka, orang-orang semacam ini harus jujur saat melakukan pemeriksaan medis atau saat mendapatkan layanan kesehatan," katanya.

Menurut Tirta, masyarakat tidak perlu takut sehingga akhirnya harus menutup-nutupi. Caranya simpel, masyarakat cukup menerangkan riwayat kontak, apakah pernah bepergian dari daerah zona merah dan lainnya.

Dengan begitu, yang bersangkutan akan mendapatkan penanganan kesehatan yang semestinya. "Jangan takut, tidak akan diapa-apain," katanya menambahkan.

Justru, kalau pasien tidak jujur, yang bahaya adalah orang di sekitarnya, termasuk tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat. "Buat apa negara sudah mempersiapkan pertahanan bagus, tapi kalau masyarakatnya masih tidak jujur," kata Tirta menegaskan.

Ketidakjujuran itu, Tirta melanjutkan, akan merusak sistem yang telah dibangun. Masyarakat tidak perlu takut kalau memang dinyatakan OTG dan dalam kondisi sehat. Mereka hanya akan dikarantina di rumah dan diawasi oleh tenaga medis. "Ora usah wedhi, ora bakal dikapak-kapakke (tidak perlu takut, tidak akan diapa-apakan)," ujar dia.

photo
Gara-Gara Pasien tak Jujur - (Data Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement