REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Flori Sidebang, Antara
Masyarakat merasakan kenaikan insiden kriminal selama pandemi corona. Perampok yang membawa parang di minimarket, pencurian motor, penjambretan, adalah sebagian tindakan kriminal yang dirasakan publik lebih marah terjadi.
Publik bertanya apakah kenaikan kriminalitas disebabkan pandemi corona yang telah menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaannya. Atau dilepaskannya narapidana kembali ke publik yang menjadi penyebabnya.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengakui adanya sejumlah narapidana asimilasi yang mengulangi kejahatan. Akan tetapi menurut catatannya tingkat residivisme tersebut sedikit. Ia menegaskan agar kepolisian tak ragu menyeret kembali warga binaan ke penjara jika kedapatan melakukan pengulangan tindak pidana.
“Narapidana asimilasi yang melakukan pengulangan tindak pidana didominasi kasus pencurian. Termasuk pencurian kendaraan bermotor (curanmor-begal),” kata Yasonna dalam keterangan resminya yang diterima wartawan di Jakarta, Senin (20/4).
Namun, Yasonna tak menerangkan berapa sebenarnya catatannya tentang napi asimilasi yang melakukan pengulangan kejahatan. Yasonna hanya menyebut saat ini napi asimilasi yang melakukan kejahatan ulang, terbilang sedikit. Bahkan menurut dia, masih jauh dari angka residivisme umum sebelum program asimilasi.
“Dari 38 ribu lebih warga binaan yang dibebaskan lewat program ini, asumsikan 50 orang kembali melakukan tindak pidana. Angka pengulangan ini, masih sangat rendah,” terang dia.
Angka rendah pengulangan pidana para napi asimilasi tersebut, yang menurut Yasonna tak menghalangi tujuan kemanusian program tersebut. Sampai saat ini, program asimilasi narapidana di seluruh Indonesia, sudah mencapai 38.822 orang.
Program tersebut, sebagai respons darurat Covid-19. Yasonna mengatakan, pelepasan narapidana untuk mencegah penularan virus corona di dalam penjara.
Program tersebut sebetulnya mendapat penolakan dari masyarakat. Karena, memunculkan kecemasan dan rasa tak aman yang baru di masa penganggulan pandemi global saat ini. Itu terbukti dengan maraknya laporan di sejumlah daerah, pun DKI Jakarta tentang aksi kejahatan yang dilakukan kembali oleh para napi asimilasi setelah dilepaskan dari penjara.
Menurut Yasonna, pengulangan kejahatan yang dilakukan para napi asimilasi itu masih rendah. Pun ia mengakui, program asimilasi tersebut, tak terawasi dengan baik. Itu sebabnya, Yasonna menegaskan, agar para Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) dan Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) di seluruh Indonesia, melakukan evaluasi dan pengawasan ketat program asimilasi.
“Ke depan, semua warga binaan kasus pencurian yang mendapatkan program asimilasi harus dipantau rekam jejaknya,” kata Yasonna. Ia pun memerintahkan, agar jajarannya di daerah berkordinasi dengan Polda masing-masing untuk melakukan pemantauan para napi yang sudah mendapatkan asimilasi.
“Saya minta seluruh Kakanwil memantau program ini 24 jam setiap harinya,” kata Yasonna.
Terhadap napi asimilasi yang kembali melakukan kejahatan, ia pun meminta agar mengembalikannya ke dalam penjara untuk menjalani hukuman lanjutan. “Agar warga binaan pemasyarakatan yang mengulangi tindak pidana setelah mendapatkan asimilasi dan integrasi untuk segera dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan usai menjalani BAP di kepolisian,” kata Yasonna.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai program asimilasi narapidana oleh Yasonna kurang luas. Menurut dia, Kemenkumham harus memperbanyak narapidana yang dilepaskan di masa pendemi saat ini.
“Kami di ICJR dalam posisi menilai, itu (yang dilepaskan) belum cukup. Bila perlu lebih banyak lagi,” kata Erasmus.
Menurut Erasmus pelepasan napi di masa pandemi, punya tujuan kemanusian. Selain mencegah meluasnya infeksi Covid-19 di dalam penjara. Pun mengingat kapasitas penjara di Indonesia sudah melebihi kapasitas.
Ia memaklumi kecemasan di masyarakat atas program asimilasi. Akan tetapi, kecemasan itu tak semestinya menumpulkan pemenuhan hak hidup terhadap napi dalam penjara.
Erasmus menyampaikan, pengulangan kejahatan yang dilakukan napi asimilasi, juga terbilang rendah. Data ICJR per 16 April, mengungkapkan, dari 36 ribu napi yang dilepaskan di seluruh Indonesia, cuma 19 warga binaan yang kembali melakukan kejahatan. Tidak sampai satu persen. Jumlah itu rendah jika dibandingkan 10 persen dari 27 ribu residivisme umum yang terjadi sebelum wabah corona.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo mengatakan jajarannya terus melakukan patroli rutin dengan sasaran kejahatan jalanan, pungutan liar, dan premanisme. Selain itu, Polri juga mengaktifkan Kring Serse untuk mengawasi dan menangkap para pelaku kejahatan. Tujuannya untuk menjaga situasi keamanan masyarakat tetap kondusif.
"Kami sudah perintahkan kepada seluruh anggota jajaran memperkuat Kring Serse untuk melakukan pemantauan, sekaligus penangkapan terhadap pelaku-pelaku street crime," kata Komjen Sigit saat dihubungi, di Jakarta, Senin.
Hal tersebut menanggapi Komisi Kepolisian Nasional yang meminta Polri mewaspadai peningkatan kejahatan menjelang Ramadhan dan di tengah pandemi Covid-19. Sigit menambahkan bahwa jajarannya tidak segan untuk melakukan tindakan tegas kepada para pelaku kriminal yang meresahkan atau pun membahayakan masyarakat.
"Kami tidak segan-segan untuk memberikan tindakan tegas dan terukur terhadap pelaku-pelaku tersebut," ujarnya pula.
Mantan Kapolda Banten itu menegaskan Polri telah memiliki seperangkat aturan yang menjadi pedoman bagi jajaran dalam menindak para pelaku kriminal. Terlebih Kapolri Jenderal Idham Azis telah menerbitkan Surat Telegram Kapolri tentang potensi pelanggaran atau kejahatan yang mungkin terjadi selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan pedoman penanganan kejahatan.
Sebelumnya, anggota Kompolnas Andrea H Poeloengan meminta polisi tidak ragu menembak di tempat terhadap para pelaku kejahatan konvensional. Pasalnya situasi keamanan saat ini dinilainya rawan.
Andrea menilai tren kejahatan biasanya meningkat menjelang bulan Ramadhan. Selain itu, situasi pandemi Covid-19 saat ini, menyebabkan angka pengangguran meningkat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengatakan, terjadi pergeseran modus operasi tindak pidana perampokan selama pandemi Covid-19. Menurut Yusri, saat ini aksi kejahatan yang dilakukan lebih banyak mengarah ke aksi pencurian yang menjadikan minimarket sebagai sasarannya.
"Memang betul ada pergeseran, ada kegiatan-kegiatan seperti curat (pencurian dengan pemberatan), termasuk di dalamnya beberapa minimarket yang dijadikan sasaran. Karena sekarang rumah kan sudah agak jarang, pergeseran-pergeseran itu ada," kata Yusri saat dihubungi.
Yusri menuturkan, pihak kepolisian pun telah menyiapkan berbagai upaya untuk mengantisipasi kejahatan tersebut. Hal itu melibatkan seluruh instansi terkait.
Pertama, jelas Yusri, jajaran polsek dan polres yang berada di wilayah hukum Polda Metro Jaya diminta untuk memetakan daerah yang dianggap rawan kejahatan. Kedua, sambung dia, polisi melakukan patroli rutin yang ditingkatkan untuk mencegah terjadinya aksi perampokan dan tindak kriminalitas lainnya, seperti pencurian minimarket maupun kendaraan bermotor selama pandemi Covid-19.
"Kita memetakan wilayah yang rentan kejahatan. Dari situ baru kemudian kita melakukan pengamanan dan penjagaan di lokasi-lokasi yang rawan itu," papar Yusri.
Yusri pun mengimbau masyarakat untuk lebih waspada agar tidak menjadi korban kejahatan. Di sisi lain, dia juga menegaskan, pihaknya tidak akan segan mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku kejahatan yang berani melawan polisi atau melukai warga saat beraksi.
"Kita tak segan melakukan tindakan tegas terhadap pelaku-pelaku kejahatan," ujarnya.
Salah satu contoh tindak kriminalitas yang baru saja terjadi adalah pencurian dua minimarket di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Pusat pada Kamis (16/4) lalu. Polisi telah menangkap para pelaku pencurian itu. Salah satu pelaku yang beraksi di Jakarta Timur meninggal dunia setelah ditembak polisi. Sebab, pelaku berupaya melawan petugas saat akan ditangkap dengan menggunakan parang.