REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Arianti Anaya menjelaskan, penggunaan alat pelindung diri (APD) keseluruhan/ coverall dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Arianti mengatakan, dengan kondisi saat ini menggunakan APD coverall harus disesuaikan dengan tingkat penularan.
Hal ini karena APD coverall memiliki spesifikasi perlindungan dari kepala hingga kaki, sehingga menurutnya sangat penting penyesuaian dalam penggunaan APD Coverall.
"Jika tenaga kesehatan bekerja di area dengan infeksi yang sangat tinggi maka diharuskan menggunakan coverall yang mampu menahan cairan, darah, droplet, dan aerosol," kata Arianti, Jumat (17/4).
Arianti mengungkapkan, bahan material yang digunakan untuk APD coverall dapat melindungi tenaga kesehatan di risiko sangat tinggi. Material tersebut, kata Arianti, biasanya dibuat dari nonwoven atau serat sintetis dengan pori-pori yang sangat kecil, yakni 0,2 sampai 0,54 mikron.
"Tentunya, hal ini harus dibuktikan dengan hasil pengujian dari material yang digunakan di laboratorium yang terakreditasi," katanya.
Arianti mengakui ada berbagai macam APD coverall yang sekarang ini beredar di masyarakat seiring dengan meningkatnya kebutuhan APD yang membuat banyak industri dalam negeri membuat coverall. Bermacam-macam APD coverall kata dia, dibuat dan dijual dengan berbagai variasi bentuk dan harga.
"Untuk mengantisipasi semakin banyaknya pembuatan coverall di masyarakat, tentunya kita harus memberi standar," katanya.
Untuk itu, Arianti menyebutkan Kemenkes telah menerbitkan dua pedoman sebagai acuan standar bagi penanganan dan manajemen Covid-19. Pertama, standar APD dalam manajemen konflik Covid-19, dan kedua, petunjuk teknis alat pelindung diri untuk menghadapi wabah Covid-19.
"Diharapkan standar pedoman ini bisa digunakan oleh tenaga kesehatan dalam memilih APD yang dibutuhkan, dan juga kami mengharapkan industri bisa menggunakan pedoman ini sebagai acuan untuk membuat APD," katanya.