REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Indonesia Bebas Tar menyatakan pemerintah bisa memanfaatkan kajian ilmiah atas produk tembakau alternatif untuk landasan menyusun regulasi terkait pengendalian tembakau.
Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR, Ariyo Bimmo menyatakan bahwa berbagai kajian ilmiah sudah menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif berbeda dari rokok biasa yakni memiliki risiko lebih rendah dibandingkan dengan rokok."Prevalensi merokok di Indonesia masih tinggi meski berbagai upaya pengendalian tembakau sudah dilakukan oleh pemerintah," katanya melalui keterangan tertulis, Ahad (12/4)
Sampai saat ini, memberikan akses bagi perokok untuk beralih ke produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, belum menjadi salah satu pilihan pemerintah dalam mengurangi prevalensi merokok di Indonesia.
Pasalnya, banyak perokok yang tidak bisa berhenti dari kebiasaan merokok sehingga mereka perlu diberikan opsi untuk beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko. Padahal, sejumlah kajian baik di dalam dan luar negeri membuktikan efektivitas produk tersebut dalam mengurangi jumlah perokok.
Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah memberi perhatian pada hasil kajian ilmiah produk tembakau alternatif."Berbekal landasan kajian ilmiah, pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang mempertimbangkan produk tembakau alternatif sebagai solusi dalam mengatasi permasalahan rokok di Indonesia yang sudah akut ini," kata Bimmo.
Menurut dia, pemerintah juga dapat mendorong kajian ilmiah lokal dengan menggandeng para pemangku kepentingan seperti para ilmuwan dan akademisi di bidang yang terkait. Dengan begitu, lanjutnya, hasilnya akan lebih komprehensif sehingga memperkuat kajian-kajian sebelumnya.
"Hasil kajian ilmiah tersebut nantinya juga dapat menjadi landasan dalam pembuatan regulasi yang khusus mengatur tentang produk tembakau alternatif," katanya. Dengan adanya regulasi khusus, kami optimis akan mendorong perokok dewasa untuk beralih ke produk yang lebih rendah risiko ini, ujar dia.