Rabu 08 Apr 2020 12:11 WIB

Surat Telegram Dikritik, Kapolri: Pro Kontra itu Hal Biasa

Kapolri menilai pro kontra terkait surat telegram yang diterbitkannya hal biasa.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Bayu Hermawan
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis
Foto: Antara/Galih Pradipta
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Idham Azis menanggapi kritik sejumlah kalangan terkait surat telegram yang dikeluarkannya beberapa waktu lalu. Kapolri menilai, wajar jika upaya penegakan hukum yang diterapkan menuai pro dan kontra.

"Pro dan kontra itu hal yang biasa. Kalau ada yang tidak setuju ada mekanisme tersendiri yang bisa ditempuh yaitu mekanisme praperadilan. Mereka punya hak untuk mengajukan praperadilan," kata Kapolri, Rabu (8/4).

Baca Juga

Jenderal Idham Azis melanjutkan proses penegakkan hukum memang tidak bisa memuaskan semua orang. Maka, ia menerima semua kritikan tersebut namun penegakan hukum tersebut tetap berjalan sesuai dengan kebijakan yang sudah tertulis. Secara keseluruhan, Surat Telegram yang dikeluarkan untuk memberikan pedoman pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran virus Corona. 

"Khususnya dalam pelaksanaan tugas kepolisian di bidang penegakan hukum yang diemban fungsi reserse kriminal dan jajarannya," ujarnya.

Pertama, Surat Telegram Nomor 1098 tentang penanganan kejahatan yang potensial terjadi selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kedua, Surat Telegram Nomor 1099 tentang penanganan kejahatan dalam ketersdiaan bahan pokok. Ketiga, Surat Telegram Nomor 1100 tentang penanganan kejahatan terkait situasi dan opini di ruang siber.

Lalu, keempat Surat Telegram Nomor 1101 tentang penanganan kejahatan yang potensial terjadi dalam masa penerapan PSBB. Namun, kelima Surat Telegram Nomor 1102 tentang penumpang yang baru tiba atau TKI dari negara yang endemis atau negara yang terjangkit corona.

Sementara itu, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri, Kombes Asep Adisaputra mengatakan dalam konteks ini penegakan hukum yang dilakukan Polri selama penyebaran Covid-19 pada prinsipnya sebuah pilihan terakhir atau ultimum remedium dimana Polri mengedepankan upaya preventif dan preemtif.

Asep menjelaskan jika upaya preventif dan preemtif tidak efektif, upaya penegakan hukum pun diambil dengan maksud memberikan kepastian hukum bagi pelanggar. Misalnya, dalam penanganan kasus hoaks, pihaknya terus memberikan edukasi dan melakukan patroli siber secara konsisten. Saat upaya preventif dan preemtif tidak efektif dalam penanganannya tindakan tegas berupa penegakan hukum pun dilakukan.

"Substansinya, telegram Bapak Kapolri ini menjadi panduan bagi penyidik dalam melakukan upaya-upaya penegakan hukum serta menjadi catatan penting. Yang dilakukan Polri ini merupakan upaya yang paling akhir setelah upaya preventif dan preemtif dilakukan," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement