REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto merespons surat telegram yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Idham Azis. Salah satu isi telegram tersebut memerintahkan jajarannya untuk memantau orang-orang yang diduga melakukan penghinaan terhadap presiden.
Didik menilai penegakan hukum seharusnya tidak boleh dilakukan dengan basis intimidatif dan menimbulkan nuansa kebatinan ketertekanan masyarakat terhadap penegak hukum. "Perlu dipahami bersama bahwa penegakan hukum idealnya memang harus dilakukan dengan cara tanpa tebang pilih, tidak pandang bulu, dilakukan secara profesional dan akuntabel," kata Didik, Senin (6/4).
Apalagi, imbuhnya, kebebasan yang bertanggung jawab adalah hak setiap warga negara. Selain bertugas melakukan penegakan hukum, Polri juga wajib juga memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan yang baik bagi masyarakat.
"Dalam konteks penegakan hukum yang sudah menjadi tugasnya, sudah seharusnya polisi tetap proper, profesional dan terukur seperti yang dilakukan selama ini. Tidak ada yang baru dalam konteks teknis penegakan hukum, tugas dan tanggung jawabnya juga masih belum berubah," ujar politikus Partai Demokrat itu.
Ia berharap penegakan hukum tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku. Tidak perlu dibumbui dengan hal-hal lain yang tidak relevan.
"Apalagi menimbulkan keresahan atau berpotensi intimidatif," tuturnya.
Sebelumnya Kapolri mengeluarkan tiga surat telegram perihal tindakan kepolisian dalama penanganan pandemi virus Corona atau Covid-19.
Telegram pertama, terkait dengan perkara kejahatan siber. Surat itu berseri ST/1098/IV/HUK.7.1/2020. Telegram kedua nomor ST/1098/IV/HUK.7.1/2020 tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Ketiga telegram dengan nomor: ST/1098/IV/HUK.7.1/2020 berisi tentang tugas dan fungsi Reserse Kriminal dalam ketersediaan bahan pokok dan distribusi.