REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengkritik opsi darurat sipil di tengah pandemi Covid-19 yang ditawarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menilai, opsi ini terlalu pragamatis dan berorientasi pada kekuasaan.
"Pilihan darurat sipil ini pilihan yang sangat pragamatis dan power oriented. Tidak ada keberpihakan kepada masyarakat yang tidak mampu. Mau mengendalikan publik tapi tidak mau menanggung hidup mereka," kata Jansen dalam pesan singkatnya, Selasa (31/3).
Beleid darurat sipil termuat dalam Perppu nomor 23 tahun 1959. Perppu tersebut memberi kewenangan pemerintah untuk mengontrol penuh kehidupan sipil mulai dari aktivitas hingga komunikasi. Motifnya agar pemerintahan berjalan tertib.
Jansen mengingatkan, pemerintah seharusnya mengacu pada UU nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. UU ini jauh lebih tepat dibandingkan beleid tahun 1959 yang tidak relevan sama sekali digunakan untuk menghadapi Covid-19.
"Sekali lagi kita sudah punya UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Kenapa pemerintah tidak mengacu pada perangkat hukum yang tersedia ini saja? Apalagi ini UU dibuat di masa pak Jokowi," ujar dia.
Jansen melanjutkan, UU No 6 tahun 2018 ini juga sudah mengatur hal darurat, sekaligus mengandung unsur memaksa kepada publik. Namun, pemaksaan itu tetap memperhatikan kepentingan dan kebutuhan dasar mereka ditengah wabah Corona ini.
"Ini soal orientasi dan tujuan kita bernegara yaitu melindungi nyawa rakyat sekaligus membantu masyarakat tetap bisa menjalani kehidupan dalam batas-batas yang minimum," ujar dia.