REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Daerah (Pemda) DIY akhirnya mengambil kebijakan untuk meliburkan sekolah di semua jenjang pendidikan baik SD, SMP hingga SMA/SMK. Kebijakan ini berlaku mulai 23 hingga 31 Maret 2020 dengan mengganti kegiatan belajar-mengajar melalui sistem online.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, hal ini dilakukan guna mengendalikan penularan virus Corona (Covid-19) di DIY. Kebijakan ini diambil setelah menggelar rapat dengan bupati/walikota dan Dinas Pendidikan se-DIY, Kamis (19/3).
"Peserta didik dapat melaksanakan proses belajar-mengajar dengan sistem daring (online) dari rumah masing-masing," kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Kamis (19/3).
Menurut Sultan, kebijakan ini bukan berarti DIY dalam status Kejadian Luar Biasa (KLB) Covid-19. Namun, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terkait pandemi ini.
"Harapan saya dengan online itu, pelajar betul-betul tinggal di rumah. Tidak pergi ke tempat lain karena ini bukan libur, tapi belajar di rumah. Jangan dianggap libur, ya, kalau dianggap libur nanti dia pergi ke mana-mana," kata Sultan.
Kepala Balai Tekkomdik Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Edy Wahyudi, mengatakan, proses pembelajaran secara daring ini harus dirancang secara tepat dan jelas. Sehingga, dapat memudahkan kegiatan belajar-mengajar.
Edy menjelaskan, walaupun kegiatan bejalar diganti dengan sistem daring, seluruh kurikulum tidak berubah. Namun, hanya disesuaikan dengan metode konvensional menjadi daring yang dapat diakses melalui aplikasi Jogja Belajar Class.
"Insya Allah kalau untuk guru yang masih muda akan standby di sekolah untuk mengajar. Namun untuk yang memiliki keterbatasan kesehatan akan memantau dari rumah," jelas Edy.
Walaupun begitu, ia menyebut harus ada pendampingan yang dilakukan di sekkolah melalui sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni. Sehingga, guru akan berinteraksi dengan murid melalui media yang sudah disepakati bersama.
"Kami benar-benar siapkan piranti kami termasuk antisipasi pemadaman listrik. Platform yang dipakai pun tidak harus yang dikeluarkan Kemendikbud (Kementerian Pendidikan), tergantung gurunya mau memilih yang mana," jelas Edy.