REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari pemohon perkara ditunda. Persidangan sempat dibuka pada Senin (16/3) hingga Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan ditunda hingga waktu yang belum dipastikan.
“Sidang ini akan ditunda sampai waktu yang belum bisa dipastikan. Sambil melihat perkembangan situasi nasional dan internasional. Pernyataan ini juga kami sampaikan kepada Ahli dari Malang yang akan menyampaikan keterangan melalui video conference hari ini. Nanti panitera MK akan menginformasikan kapan sidang ini akan dilanjutkan," ujar Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman dalam persidangan dikutip situs resmi MK, Senin (16/3).
Sidang uji materi UU KPK ini untuk Perkara Nomor 59, 62, 70, 71, 73, 77, dan 79/PUU-XVII/2019. Perkara Nomor 59/PUU-XVI/2019 dimohonkan oleh 25 orang advokat yang menguji formil dan materil UU KPK.
Selanjutnya Pemohon Perkara Nomor 62, Gregorius Yonathan Deowikaputra, menguji Pasal 11 ayat (1) huruf a UU KPK. Sedangkan Fathul Wahid dan kawan-kawan, selaku Pemohon Perkara Nomor 70 melakukan pengujian sejumlah pasal dalam UU KPK, antara lain Pasal 1 angka dan Pasal 3.
Sementara Perkara Nomor 71 yang dimohonkan Zico Leonard Djagardo Simanjuntak dan kawan-kawan, menguji antara lain Pasal 6 huruf e dan Pasal 12 ayat (1) UU KPK. Berikutnya, Ricki Martin Sidauruk dan Gregorianus Agung selaku Pemohon Perkara Nomor 73 menguji Pasal 43 ayat (1) UU KPK.
Kemudian Jovi Andrea Bachtiar dan kawan-kawan untuk Perkara 77 melakukan pengujian materiil antara lain Pasal 12B ayat (1), Pasal 12B ayat (2), Pasal 12B ayat (3), Pasal 12B ayat (4), Pasal 12C ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 37A ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Sedangkan para Pemohon Perkara 79 antara lain adalah Agus Rahardjo, Laode Muhamad Syarif, mantan petinggi KPK. Para Pemohon berpandangan, pembentuk undang-undang sama sekali tidak menunjukkan itikad baik dalam proses pembentukan Perubahan Kedua UU KPK, sehingga terdapat potensi kerugian konstitusional yang dapat merugikan warga negara.