REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa karyawan swasta Thong Lena sebagai saksi penyidikan kasus suap dan gratifikasi perkara di Mahkamah Agung (MA) 2011-2016. Kepada saksi, penyidik mendalami perihal kepemilikan aset-aset milik tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD).
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NHD, penyidik mendalami keterangan saksi mengenai kepemilikan aset-aset tersangka NHD," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/3).
Setelah diperiksa, saksi Thong memilih irit bicara saat ditanya awak media seputar pemeriksaannya. "Sorry ya, saya tidak bisa kasih informasi apa-apa," kata Thong.
Selain Thong, KPK juga memanggil empat saksi lainnya dalam penyidikan kasus tersebut, yakni dua advokat Rahmat Santoso dan Subhannur Rachman, keduanya juga merupakan adik ipar Nurhadi. Selanjutnya, Gabriel Kairupan berprofesi wiraswasta dan advokat Hardia Karsana Kosasih.
Namun, keempatnya tak memenuhi panggilan penyidik KPK. Untuk saksi Rahmat dan Subhannur pemeriksaan akan dijadwalkan ulang pada Kamis (12/3). "Saksi Hardja, pemeriksaan dijadwalkan ulang namun belum ditentukan waktunya dan saksi Gabriel penyidik belum memperoleh konfirmasi terkait ketidakhadirannya," ucap Ali.
Selain Nurhadi, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Rezky Herbiyono (RHE), swasta atau menantu Nurhadi dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto (HS). Ketiganya juga telah ditetapkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO).
Sebelumnya, KPK pada Selasa (25/2) telah menggeledah kantor advokat Rahmat Santoso and Partner di Surabaya. Penggeledahan itu dilakukan dalam upaya mencari tiga tersangka tersebut.
Namun, tim KPK gagal menemukan tiga orang tersebut. KPK hanya mengamankan beberapa dokumen dan alat komunikasi yang terkait perkara tersebut.
KPK pun juga telah menggeledah kediaman Subhannur di Surabaya pada Rabu (26/2) untuk mencari tiga tersangka tersebut.
Dalam perkara ini, Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.