Selasa 10 Mar 2020 23:07 WIB

Omnibus Law Diminta Atur Masa Kerja TKA

Akademisi meminta pemerintah mengatur masa kerja TKA dalam omnibus law.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Beberapa tenaga kerja asing (TKA) (ilustrasi)
Foto: Antara/Jojon
Beberapa tenaga kerja asing (TKA) (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) Chandra Purna Irawan meminta pemerintah mengatur masa waktu Tenaga Kerja Asing (TKA) di dalam Omnibus Law. Menurutnya, hal itu perlu dilakukan meskipun mereka berstatus sebagai konsultan-konsultan ahli.

"Jangan sampai TKA hidup di Indonesia dalam kurun waktu yang sangat lama," kata Chandra Purna dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (10/3).

Baca Juga

Dia mengatakan, masa kerja TKA perlu untuk dituangkan dalam norma. Sebab, menurutnya, aturan ini akan memiliki kekuatan hukum yang mengikat apabila dituangkan dalam norma atau pasal di dalam RUU Omnibus Law.

Chandra berpendapat jika semakin lama TKA tinggal di Indonesia maka itu bisa memperburuk citra Sumber Daya Manusia (SDM) lokal. Dia mengatakan, SDM Indonesia bisa jadi nantinya dianggap tidak memiliki kemampuan ahli yang sama dengan TKA tersebut.

Dia melanjutkan, dengan kata lain program alih teknologi atau alih ilmu pengetahuan dapat dianggap gagal. "Dengan ditentukan batas waktu maksimal, maka harapannya posisi TKA tersebut digantikan SDM dalam negeri yang telah mendapatkan ilmu alih teknologi," katanya.

Hal tersebut dia lontarkan bukan berarti TKA tidak boleh bekerja di Indonesia. Dia mengungkapkan bahwa sebenarnya keberadaan TKA membawa pengaruh positif bagi tenaga kerja di Indonesia berupa peningkatan kualitas dan kemampuan para pekerja.

Omnibus Law kini tengah berada dalam bahasan pemerintah bersama DPR di parelemen. Meski demikian, keberadaan omnubus law itu hingga kini masih mendapatkan pro dan kotra di tengah masyarakat.

Pemerintah diminta untuk melibatkan pemerintah daerah, buruh dan aktivis lingkungan salam membahs rancangan undang-undang tersebut. Pemerintah bersama DPR juga dimbau untuk membuka ruang rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama pihak-pihak terkait.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement