Rabu 11 Mar 2020 03:27 WIB

Dugaan Kekerasan saat Aksi September Diadukan ke Komnas HAM

Komnas HAM diminta usut dugaan pelanggaran HAM saat aksi September.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Muhammad Hafil
Dugaan Kekerasan saat Aksi September Diadukan ke Komnas HAM. Foto: Satu unit bus milik Yonif Mekanis 202 serta satu buah kendaraan roda empat yang terbakar pasca aksi 24 september 2019 di Lapangan Tembak Perbakin, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9/2019).(Thoudy Badai)
Foto: Thoudy Badai
Dugaan Kekerasan saat Aksi September Diadukan ke Komnas HAM. Foto: Satu unit bus milik Yonif Mekanis 202 serta satu buah kendaraan roda empat yang terbakar pasca aksi 24 september 2019 di Lapangan Tembak Perbakin, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9/2019).(Thoudy Badai)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Advokasi untuk Demokrasi melaporkan dugaan kekerasan yang dialami jurnalis ketika meliput demonstrasi Reformasi Dikorupsi pada September 2019 lalu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Tim Advokasi meminta Komnas HAM mendesak kepolisian mengusut dugaan pelanggaran HAM oleh oknum aparat penegak hukum.

"Tadi kita juga sempat melaporkan ke Komnas HAM bahwa kita sebenarnya mendesak agar ada komitmen dari kepolisian untuk menjamin bahwa teman-teman jurnalis yang menjadi korban itu mendapat akses keadilan," ujar Perwakilan Tim Advokasi dari LBH Pers, Mustafa di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (10/3).

Baca Juga

Tim Advokasi ini terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Imparsial, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan LBH Pers. Aksi Reformasi Dikorupsi ini dilakukan untuk menolak Revisi Undang-Undang KPK, Rancangan Undang-Undang KUHP, dan RUU lainnya yang dinilai merugikan warga di beberapa daerah selain Jakarta pada 24-30 September 2019.

Mustafa mengatakan, pihaknya juga telah melapor ke Polda Metro Jaya mengenai dugaan kekerasan terhadap empat jurnalis pada Oktober 2019 lalu. Akan tetapi, dari empat laporan itu, dua diterima sebagai laporan pidana dan dua lainnya ditolak.

Atas penolakan laporan itu, Tim Advokasi mengadu ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya. Hingga saat ini, semua laporan tersebut belum ada perkembangan.

"Terakhir kita dapat klarifikasi itu masih penyelidikan, jadi kurang lebih enam bulan setelah kita melaporkan itu belum ada perkembangan," kata Mustafa.

Dengan demikian, ia berharap, Komnas HAM mendorong pihak kepolisian untuk mengusut dugaan kekerasan kepada jurnalis saat peristiwa demonstrasi. Hal itu untuk perbaikan dalam penanganan aksi oleh polisi demi jaminan keselamatan dan keamanan awak media bertugas.

Sebab, jika tidak ada pembenahan, ia mengkhawatirkan penanganan dengan kekerasan oleh kepolisian berulang pada aksi-aksi lainnya. Apalagi, pemerintah kini telah menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja kepada DPR RI, yang meraup sejumlah kritik dari berbagai pihak.

"Ke depan masih banyak aksi demo, Omnibus Law misalnya. Teman-teman jurnalis ini bisa saja kembali menjadi sasaran ketika teman-teman jurnalis yang meliput, apalagi yang lagi panas ya, yang lagi mengambil gambar oknum aparat yang lagi memukul demonstran, itu pasti jurnaslis yang kelihatan mengambil gambar itu akan kena lagi," jelas Mustafa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement