REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Massa aksi Gejayan Memanggil berencana akan kembali menggelar aksinya jika tuntutan yang disampaikan tidak dipenuhi oleh pemerintah. Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) ini menolak disahkannya Omnibus Law.
Humas Aliansi Rakyat Bergerak (ARB), Kontra Tirano mengatakan, ada beberapa poin yang disampaikan dalam aksi ini. Salah satunya menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk aktif dalam mogok nasional.
"Kita menyerukan mogok nasional dan kita akan menyerukan semua daerah di Indonesia untuk turun bersama tuntaskan tugas kita bersama," kata Kontra di Jalan Affandi, Sleman, Senin (9/3).
Dalam Omnibus Law, massa menolak RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan. Bahkan, RUU Ibu Kota Negara, RUU Kefarmasian dan RUU Ketahanan Keluarga juga ditolak.
Humas ARB lainnya, Fulan mengatakan, Omnibus Law dinilai menyengsarakan dan merugikan masyarakat. Ia menilai, RUU Cipta Kerja tidak berfokus kepada intelektualisme dan riset yang meningkatkan produksi dalam negeri.
"Pembangunan industri manufaktur itu bohong kalau riset-riset tidak diperdalam. Sarjana hanya diprioritaskan untuk pemenuhan industri dengan gaji yang murah, dengan jam kerja yang lama," ujar Fulan.
Bahkan, RUU Cipta Kerja dinilai membuka lebih luas tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia. Hal ini, katanya, tidak dibatasi dan hampir di seluruh sektor.
"Dengan disahkan UU Cipta Kerja, hari ini kita akan bersaing degan tenaga kerja asing yang belum tentu produktif dan punya keahlian. Karena syarat keahlian di UU Cilaka untuk tenaga kerja asing juga dihapus," jelasnya.