REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) belum mau membeberkan nama perusahaan tambang emas yang diduga milik salah satu tersangka kasus Jiwasraya. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Hari Setiyono mengatakan tim pelacakan aset pada penyidikan dugaan korupsi dan pencucian uang asuransi milik negara itu, baru sebatas melakukan identifikasi untuk penyitaan.
Kata Hari, tambang emas tersebut berada di Lampung. Akan tetapi, perusahaan tersebut, belum melakukan eksplorasi. "Yang tambang emas itu masih izin. Jadi belum beroperasi," kata Hari saat dijumpai di Kejakgung, Senin (2/3).
Hari pun mengaku, tim penyidikan masih melakukan identifikasi menyangkut kepemilikan tambang tersebut. Termasuk kata dia, soal nama perusahaan tambang yang dimaksud. Karena menurut dia, tambang emas tersebut, baru sebatas izin melakukan eksplorasi.
"Perkembangan lebih lanjut, nanti saya coba konfirmasi. Apakah itu atas nama pribadi, dan nama perusahaannya apa," ujar Hari.
Pernyataan Hari tersebut, ketika ditanya soal kejelasan tentang adanya penyitaan tambang emas yang dilakukan Kejakgung, dalam penyidikan aset milik salah satu tersangka Jiwasraya.
Jumat (28/2), Direktur Penyidikan Direktorat Pidana Khusus (Dir Pidsus) Kejakgung Febrie Adriansyah mengungkapkan, tim pelacakan aset Kejakgung sedang melakukan identifikasi aset milik tersangka Heru Hidayat. Kata Febrie, dari hasil pelcakan, penyidik menemukan adanya keterkaitan kepemilikan perusahaan tambang emas di Lampung dengan Heru Hidayat. Febrie meyakini, tambang emas itu, salah satu sarana tersangka dalam melakukan pencucian hasil dari kejahatan di Jiwasraya.
Pelacakan aset, dan upaya penyitaan aset milik para tersangka Jiwasraya, memang sampai hari ini menjadi prioritas Kejakgung. Penyitaan tersebut, dilakukan dengan dalih untuk dirampas sebagai sumber ganti rugi keuangan negara akibat kebangkrutan Jiwasraya. Kejakgung meyakini, kasus korupsi dan TPPU, lewat cara pengalihan dana asuransi Jiwasraya ke dalam saham emiten buruk, merugikan keuangan negara mencapai Rp 17 triliun.
Kejakgung, awal Februari lalu, juga memastikan telah menyita aset tambang batubara di Sendawar, Kalimantan Timur (Kaltim). Tambang batubara bernama PT Gunung Bara Utama (GBU) itu, diyakini milik Heru Hidayat, lewat kepemilikan saham mayoritas di PT Trada Alam Minera (TRAM). Sementara ini, ada enam tersangka dugaan korupsi dan TPPU dalam penyidikan Jiwasraya. Selain Heru Hidayat, dua pengusaha juga ditetapkan tersangka, yakni Benny Tjokrosaputro, dan Joko Hartono Tirto.
Dari tersangka Benny Tjokro, Kejakgung juga melakukan sita terhadap 93 unit apartemen mewah di Tower South Hill, Jakarta Selatan (Jaksel). Kejakgung juga melakukan blokir untuk menyita sebanyak 156 bidang tanah di Lebak, dan Tangerang, Banten milik Benny Tjkoro. Pemblokiran aset untuk penyitaan juga dilakukan Kejakgung, terhadap
dua komplek perumahan seluas total 80 hektare yang terkait dengan Benny Tjokro di Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat (Jabar).
Tiga tersangka lain, yakni Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan juga tak luput dari kejaran penyitaan aset. Dari para mantan petinggi PT Asuransi Jiwasraya itu, Kejakgung menyita satu rumah tinggal, dan 10 unit kendaraan, serta perhiasan, dan barang-barang mewah. Febrie, pekan lalu menyampaikan, taksiran aset yang sudah disita Kejakgung sementara ini, senilai Rp 11 triliun. Kejakgung menjanjikan, aset-aset sitaan tersebut, akan dijadikan modal keuangan, untuk mengganti kerugian negara.