REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Muslim Crisis Center Robi Sugara menilai Indonesia dapat turut meredakan konflik di India. Hal in mengingat selain memiliki sikap bebas aktif dalam hubungan antar negara, Indonesia juga sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Meski tidak seagresif seperti Turki. Kita menjadi anggota tidak tetap keamanan PBB, kita juga secara internasional sudah dipercayai untuk menyelesaikan konflik-konflik di berbagai negara. Contohnya waktu di Myanmar, Indonesialah yang dipercayai," ujar Robi Sugara saat dihubungi Republika.co.id, Senin (2/3).
Memang, kata Robi, saat itu Indonesia tidak menggunakan pendekatan Hak Asasi Manusia (HAM). Sebab jika menggunakan pendekatan HAM pasti sudah ditolak oleh Myanmar.
Namun pendekatan-pendekatan Indonesia itu bisa meminimalisir kekerasan yang dialami muslim Rohingya. Karena itu, Indonesia bisa saja melakukan pendekatan yang sama.
"Apalagi secara politik di kawasan ini kan India juga dijadikan sebagai penyeimbang sebagai kekuatan China di wilayah Asia Pasifik. Pastinya konflik ini sendiri akan merepotkan India untuk berhubungan dengan negara-negara muslin yang ada di Asia, untuk kemudian menyeimbangkan kekuatan China di Asia Pasifik secara politik," tambahnya.
Terkait kerusuhan yang menargetkan Muslim, menurut Robi, kerusuhan di sana menandakan Pemerintahan India secara politik dan keamanan tidak stabil.
Ini mirip dengan kondisi Indonesia pada masa transisi 98 konflik di Poso dan Ambon. Beruntung Indonesia bisa segera pulih karena landasan Pancasila. Namun India kurang kuat apalagi dengan adanya UU yang diskriminasi pada Muslim.