REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau penyelenggara negara (PN) untuk segera menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati mengungkapkan, hingga Kamis (20/2), tingkat kepatuhan LHKPN secara nasional yang meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, dan BUMN atau BUMD masih relatif rendah, yaitu sebesar 38,9 persen.
"Dari total 356.854 wajib lapor, telah lapor 138.803 dan sisanya 218.051 belum lapor," ungkap Ipi dalam pesan singkatnya, Jumat (21/2).
Diketahui, batas waktu pelaporan periodik, yaitu 31 Maret 2020. Ipi menegaskan, kepatuhan lapor sesuai waktu yang ditentukan, KPK juga mengingatkan kepada penyelenggara negara agar melaporkan hartanya secara jujur, benar dan lengkap. Sebab, LHKPN merupakan salah satu instrumen penting dalam pencegahan korupsi yang mengedepankan asas transparansi, akuntabilitas dan kejujuran para penyelenggara negara.
Melaporkan harta kekayaan merupakan kewajiban bagi setiap PN sesuai amanah pasal 2 dan 3 Undang-undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme. UU mewajibkan PN bersedia untuk diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat. PN juga wajib melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.
KPK sesuai dengan pasal 7 Undang-undang No 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, berwenang untuk melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap LHKPN sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Diatur dalam Peraturan KPK No. 7 tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, PN wajib menyampaikan LHKPN kepada KPK dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak pengangkatan atau berakhirnya jabatan.