Rabu 19 Feb 2020 22:04 WIB

Puan: RUU Ketahanan Keluarga Terlalu Campuri Ranah Privat

Ketua DPR Puan Maharani menilai RUU Ketahanan keluarga terlalu campuri ranah privat.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Bayu Hermawan
Ketua DPR Puan Maharani.
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Ketua DPR Puan Maharani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Puan Maharani menilai RUU Ketahanan Keluarga yang diusulkan oleh sejumlah anggota DPR RI terlalu menyentuh ranah privat. Ia pun berharap RUU itu harus menyerap seluruh masukan dari berbagai pihak.

"Sepintas saya membaca drafnya itu, saya merasa bahwa ini ranah privat rumah tangga terlalu dimasuki, terlalu diintervensi," katanya di Jakarta Pusat, Rabu (19/2).

Baca Juga

Puan mengatakan, dalam prosesnya nanti, RUU tersebut harus menerima masukan dari berbagai unsur, baik agama maupun budaya. Ia mengatakan, Indonesia dengan pluralitas budayanya tak bisa dipukul rata dalam hal yang terkait internal keluarga.

"Jadi mungkin sebagai contoh tentu saja pendekatan budaya dan agama di Aceh akan sangat berbeda denfan pendekatan budaya yang terjadi di Jawa misalnya. Kalau itu disamaratakan akan menjadi sangat bahaya khususnya mohon maaf bagi perempuan-perempuan, ibu-ibu," ujar politikus PDI Perjuangan itu.

Puan berharap RUU ini nantinya tidak lantas membatasi ruang gerak dan berkembang untuk perempuan. Puan juga berharap perempuan tetap bisa memiliki kesempatan yang sama dalam memaksimalkan kreativitas tanpa adanya sekat tertentu.

"Jadi saya nanti minta kepada DPR supaya bisa secara terbuka membahas ini (RUU)," ucap Puan.

Terkait RUU Ketahanan Keluarga ini, Komisioner Komnas Perempuan Mariana Aminuddin menilai, tema keluarga sebenarnya bisa diatur dalam UU Perkawinan. "Karena yang disebut keluarga berangkat dr hubungan keluarga yaitu ayah ibu anak atau anggota keluarga lain," katanya.

Sementara soal kesejahteraan dan pengendalian penduduk serta reproduksi telah ditangani Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Hal utama yang menjadi perhatian Komnas Perempuan, lanjut Mariana adalah konteks kekerasan. Dalam konteks keluarga, ia mencontohkan KDRT.

Oleh karena itu, urgensi atas RUU Ketahanan Keluarga ini pun dipertanyakan. "Sebuah aturan dibuat atas persoalan masyarakat yg perlu diatur secara hukum. Untuk keluarga sebetulnya bisa dibuat dalam penyuluhan atau bimbingan melalui forum-forum sosial di masyarakat," ujarnya.

Lima anggota DPR RI dari sejumlah fraksi Partai Politik mengusulkan RUU Ketahanan Keluarga di DPR. RUU tersebut memuat sejumlah pasal kontroversial mengenai penyimpangan seksual hingga larangan donor dan jual beli sperma, hingga pidana yang mengatur tindakan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement