REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate membantah jika dikatakan omnibus law cipta kerja (ciptaker) mengembalikan pers ke era Orde Baru. Menurutnya hal itu tidak bisa disamakan.
"Enggak bisa itu disamakan lagi dengan Orde Baru, orang kewenangannya enggak ada di Kominfo, enggak ada kewenangan sama sekali Kominfo itu," kata Johnny kepada Republika, Rabu (19/2).
Menurutnya secara prinsip omnibus law ciptaker ada untuk memberikan insentif kepada dunia industri. Dengan harapan nantinya dapat memberikan kemudahan investasi di semua bidang.
"Enggak ada urusannya dengan pemerintah. Kan ada dewan pers, ada KPI, ada macam-macam itu kan semuanya tidak berubah itu kewenangan itu," ujarnya.
Ia menilai, adanya sanksi tersebut justru bisa dimaknai dua hal, pertama sebagai insentif, kedua sebagai hambatan. Dikatakan sebagai sebuah insentif lantaran denda pidana di undang-undang lama diubah menjadi hanya denda perdata.
"Kalau pidananya diganti dihilangkan dengan jadi perdata, lebih baik apa lebih buruk untuk pers itu? Makanya jangan pakai istilah umum gitu lho, kembali ke Orde Baru, ini enggak ada, ini justru memberikan sesuatu yang pidana perdata kan berarti memberikan keleluasaan yang lebih baik bagi pers," ungkapnya.
Ia meminta semua pihak untuk menunggu proses politiknya di DPR. Secara substansi nantinya akan dibicarakan pasal per pasal di DPR.
Draft Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menuai protes dari berbagai pihak, termasuk dari serikut buruh. Lewat Omnibus Law Ciptaker, pemerintah dinilai ingin kembali ikut campur mengatur dunia pers Indonesia.
Dewan Pers menolak pasal-pasal pada Omnibus Law Cipta Kerja yang berpotensi mengekang kebebasan pers, seperti pada Orde Baru silam. Maka secara tegas menolak adanya upaya pemerintah untuk campur tangan lagi dalam kehidupan pers.
"Niat untuk campur tangan lagi ini terlihat dalam Ombnibus Law Cipta Kerja yang akan membuat peraturan pemerintah soal pengenaan sanksi admintstratif terhadap perusahaan media yang dinilai melanggar pasal 9 dan pasal 12," tegas Anggota Dewan Pers Imam Wahyudi di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Selasa (18/2).