Selasa 18 Feb 2020 21:45 WIB

Kasus Jiwasraya, Pengacara Bantah Heru Hidayat Punya Tambang

Pengacara Heru Hidayat membantah kliennya punya tambang batu bara.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bayu Hermawan
Bola panas Jiwasraya
Foto: Republika
Bola panas Jiwasraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Heru Hidayat, tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang PT Jiwasraya, Aldres Napitupulu membantah kliennya mempunyai tambang batu bara. Ia pun mengaku tidak ada aset tambang milik kliennya yang disita oleh Kejaksaan Agung (Kejakgung).

"Tambang apa ya?," ucap Aldres kepada wartawan usai mendampingi pemeriksaan terhadap Heru di Direktorat Pidana Khusus, Kejakgung, Jakarta, Selasa (18/2).

Baca Juga

Heru diperiksa tim penyidik khusus kasus Jiwasraya di Kejakgung, pada Selasa (18/2). Usai diperiksa, Heru menolak untuk menjawab ragam pertanyaan, terkait kasus hukum yang menjeratnya.

Namun, ragam pertanyaan kepada Heru itu, juga disampaikan kepada Aldres sebagai anggota kuasa hukum. Ketika ditanya tentang penyitaan tambang milik Heru oleh tim penyitaan aset Kejakgung, Aldres mengaku tak tahu kliennya punya perusahaan tambang batubara.

"Enggak ada," tegasnya.

Ia pun mempersilakan pertanyaan itu ditanyakan kepada penyidik. Aldres menjelaskan, kliennya hanya dikenakan tuduhan TPPU. Tetapi, ia pun menolak untuk menjelaskan tentang tuduhan yang dialamatkan kepada kliennya. Terutama terkait dugaan sangkaan perbuatan korupsi. "Kita sudah terima suratnya (penyidikan) TPPU-nya," katanya.

Akan tetapi, menurutnya penyidikan terhadap kliennya masih terlalu awal untuk dikomentari. "Ini masih terlalu dini lah. Nantilah, kita tunggu di persidangan," ujarnya.

Terkait penyitaan tambang milik Heru, sebetulnya itu pernah disampaikan oleh Direktur Penyidikan Direktorat Pidana Khusus (Dir Pidsus) Kejakgung Febrie Adriansyah. Pada Jumat (7/2), Febrie pernah mengungkapkan, tim penyitaan aset Kejakgung menyita tambang batubara milik Heru yang berada di Sendawar, Kalimantan Timur (Kaltim).

Perusahaan tersebut, Febrie terangkan bernama PT Gunung Bara Utama (GBU). Perusahaan itu, diketahui kepemilikan saham mayoritasnya milik Heru lewat perannya sebagai Komisaris Utama PT Trada Alam Minera (TRAM). PT TRAM, adalah salah satu perusahaan swasta yang menikmati pengalihan dana asuransi Jiwasraya yang dianggap merugikan negara.

"Ini (PT GBU) statusnya sudah sita. Milik HH (Heru Hidayat). Cukup besar ini, karena perusahaan batu bara," kata Febrie, Jumat (18/2).

Febrie menerangkan, penyitaan aset tambang tersebut, sebagai antisipasi tim penyidik agar tak terjadi perpindahan kepemilikan dari Heru, ke tangan orang, atau perusahaan lain.  Febrie pun menerangkan, PT GBU itu, sebagai salah satu sarana Heru dalam menyamarkan uang hasil tindak pidana korupsi pengalihan dana asuransi Jiwasraya.

"Nanti akan kita buktikan di persidangan perusahaan ini (PT GBU) terkait dengan tipikor, dan TPPU-nya," terang Febrie.

Pada Kamis (13/2), Febrie pun kembali menegaskan soal perusahaan tambang milik Heru yang sudah disita tersebut. Bahkan, Febrie mengatakan, terkait tambang sitaan tersebut, Kejakgung sudah berkordinasi dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kemen BUMN), untuk mengambil alih operasional PT GBU. Karena kata dia, dengan penyitaan tersebut, dan pengambilalihan kepada BUMN, perusahaan tambang tersebut dapat menjadi salah satu sumber keuangan untuk mengganti kerugian negara, dan uang nasabah akibat korupsi dan TPPU Jiwasraya.

Menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pengelolaan PT Asuransi Jiwasraya sarat penyimpangan dan aksi korporasi yang korup. Pengelolaan yang buruk itu, menyebabkan Jiwasraya mengalami gagal bayar senilai Rp 13,7 triliun, dan defisit keuangan mencapai Rp 27,2 triliun. Kejakgung, pekan lalu menyampaikan, penyidikan sementara sudah menemukan potensi kerugian negara yang mencapai Rp 17 triliun.

Selain Heru, penyidikan di Kejakgung, juga menetapkan lima tersangka lainnya. Yakni Benny Tjokrosaputro, dan Joko Hartono Tirto yang juga merupakan pebisnis. Tiga tersangka lainnya, yakni para mantan petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan. Enam tersangka tersebut, kini sudah dalam penahanan Kejakgung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement