Ahad 16 Feb 2020 21:42 WIB

Muhammadiyah akan Jadikan SMP Butuh Purworejo Ramah Anak

Program sekolah ramah anak ini akan dilaksanakan di seluruh sekolah Muhammadiyah.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Gita Amanda
Tangkapan layar kasus bully atau perundungan yang dilakukan beberapa orang siswa laki-laki SMP terhadap seorang siswi wanita di sebuah SMP di Purwerejo, Jawa Tengah.
Foto: Dok Republika
Tangkapan layar kasus bully atau perundungan yang dilakukan beberapa orang siswa laki-laki SMP terhadap seorang siswi wanita di sebuah SMP di Purwerejo, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Baedhowi, mengatakan SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo, Jawa Tengah, akan diprogramkan untuk menjadi sekolah ramah anak. Langkah ini menjadi prioritas mengingat telah terjadi perundungan di sekolah tersebut.

"Sekarang ini sedang memprogramkan agar dijadikan sebagai sekolah ramah anak. Gurunya dilatih bagaimana menyelenggarakan sekolah ramah anak. Sehingga sekolah itu tidak menakutkan, tapi bisa memberi penguatan pada anak," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (16/2).

Baca Juga

Baedhowi menyadari, keberadaan sekolah Muhammadiyah ibarat tempat penampungan anak-anak nakal. Biasanya mereka pindah dari sekolah lain lalu masuk ke sekolah Muhammadiyah dengan harapan anaknya bisa berubah menjadi anak yang baik.

"Tapi kan di luar kontrol, terjadilah itu (perundungan). Maka sekarang Majelis Dikdasmen sudah memprogramkan sekolah yang begitu-begitu itu. Setelah melakukan koordinasi, kita inventarisasi untuk menjadi sekolah ramah anak," tutur dia.

Tidak hanya di SMP Muhammadiyah Butuh, program sekolah ramah anak ini akan dilaksanakan di seluruh sekolah Muhammadiyah yang memang memerlukannya. Namun, SMP Muhammadiyah tetap menjadi prioritas.

"(SMP) Butuh itu prioritas untuk menjadi sekolah ramah anak. Kita akan latih guru-gurunya, supaya bisa menyelenggarakan pendidikan yang ramah anak. Kemudian anggarannya akan kita carikan untuk pelatihan itu," terangnya.

Baedhowi mengakui, memang ada persoalan di SMP Muhamamdiyah Butuh. Manajemen dan pengawasannya terbilang lemah. Di sekolah ini juga belum ada pendampingan dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan pimpinan Majelis Dikdasmen Kabupaten Purworejo.

Regulasi sekolah Muhammadiyah itu, terang Baedhowi, diserahkan kepada pengelola yang merupakan pihak pendiri. Bila pendiri sekolah tersebut Pimpinan Cabang (tingkat kecamatan) atau Pimpinan Ranting (tingkat kelurahan), maka merekalah yang menjadi pengelola.

"Pendiri itu wajib melakukan pembinaan, bukan pembinasaan, bukan pembiaran. Ini kewajiban pendiri atau pengelola di sekolah itu. Nah ini yang sekarang kita pertegas, supaya pembina-pembina itu berfungsi dengan baik," tutur dia.

Baedhowi meyakini, bila diberi pendampingan dan manajemennya ditata dengan baik, maka SMP Muhammadiyah Butuh bisa menjadi besar. Apalagi, lanjut dia, Muhammadiyah punya pengalaman mengelola sekolah dari yang awalnya bermurid sedikit kini menjadi banyak. Dia mengambil contoh sebuah sekolah di Yogyakarta yang muridnya tersisa delapan orang karena kurang perhatian.

"Akhirnya sekolah ini dibina dan dijadikan sekolah yang ramah anak. Manajemennya diperbaiki, gurunya dilatih. Dan sekarang muridnya sudah 300. Ini salah satu contoh," paparnya.

Di tingkat pimpinan pusat pun, kata Baidhowi, Muhammadiyah telah melakukan rapat koordinasi, membahas problematika sekolah dan madrasah Muhammadiyah secara menyeluruh. Semua sekolah diinventarisasi agar bisa diberikan pendampingan bagaimana mengelola sekolah dengan baik.

"Jadi tidak hanya yang di Butuh saja. Akhirnya kita evaluasi secara keseluruhan. Dan kepada pembina dan pengelola atau pendiri, agar betul-betul melakukan pendampingan manajemen sekolah di daerah masing-masing," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement