Ahad 16 Feb 2020 13:32 WIB

Anggota DPR: Pemulangan Anak Eks ISIS tak Perlu Tergesa-gesa

Kebijakan pemerintah harus berdasar keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Kewarganegaraan eks ISIS. Pemerintah harus berhati-hati memulangkan anak-anak eks-ISIS dengan mempertimbangkan dengan cermat mempertimbangkan keselamatan rakyat Indonesia secara luas.
Kewarganegaraan eks ISIS. Pemerintah harus berhati-hati memulangkan anak-anak eks-ISIS dengan mempertimbangkan dengan cermat mempertimbangkan keselamatan rakyat Indonesia secara luas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pemerintah untuk memulangkan anak-anak eks-ISIS dinilai perlu berhati-hati. Pemerintah harus mempertimbangkan dengan cermat mempertimbangkan keselamatan rakyat Indonesia secara luas.

"Pemerintah tidak perlu tergesa-gesa terkait hal ini. Saat isu ini belum meluncur ke tengah publik, semuanya juga tenang-tenang saja. Demikian juga dalam konteks nasib anak-anak di kem-kem tahanan ISIS di Suriah, pemerintah harus mempertimbangkannya dengan cermat dan selektif," kata Anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya saat dihubungi, Ahad (16/2).

Baca Juga

Willy menilai, kebijakan pemerintah harus berdasar prinsip utama yang dipegang, yakni Salus Populi Suprema Lex Esto atau keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Willy mengatakan sikap pemerintah yang didasarkan pada pertimbangan case by case dan dan hanya untuk anak umur 10 tahun ke bawah sudah cukup mencerminkan prinsip kecermatan dan kehati-hatian.

Di samping itu, lanjut Willy, kasus ini harus berangkat dari titik tolak yang jelas, yakni hukum internasional. ISIS adalah gerakan transnasional berstatus non-state actors yang terlibat dalam berbagai aksi teror dan perang yang oleh karena itu juga terkena hukum internasional dari lembaga internasional.

"Terkait hal tersebut, pemerintah butuh legal standing untuk melakukan langkah pemulangan atau penerimaan atas nasib anak-anak dimaksud," ujar dia.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan, Presiden Joko Widodo akan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) dalam menyikapi status kewarganegaraan eks ISIS. Menurut dia, hal tersebut merupakan pencabutan kewarganegaraan melalui proses hukum administrasi.

"Presiden mengeluarkan itu proses hukum, namanya proses hukum administasi, jadi bukan proses pengadilan," jelas Mahfud di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (13/2).

Ia menerangkan, pencabutan kewarganegaraan melalui proses hukum administrasi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2007. Pemerintah mencabut kewarganegaraan para eks kombatan ISIS berdasarkan aturan tersebut.

"Menurut PP Nomor 2 tahun 2007, pencabutan itu dilakukan oleh Presiden harus melalui proses hukum, bukan pengadilan ya. Proses hukum administrasi diteliti oleh menteri, lalu ditetapkan oleh presiden," jelas Mahfud.

Mahfud menuturkan, menurut Undang-Undang (UU) Nomor 12 tahun 2006, orang dapat kehilangan status kewarganegaraannya dengan beberapa alasan. Di antaranya, yakni orang tersebut ikut dalam kegiatan tentara asing yang diatur pada pasal 23 ayat 1 butir d.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement