Kamis 13 Feb 2020 20:59 WIB

KPK Tetapkan Status Buron Mantan Sekretaris MA Nurhadi

Nurhadi berstatus tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait perkara di MA.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman (kiri) berjalan memasuki Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (6/11/2018).
Foto: Antara/Reno Esnir
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman (kiri) berjalan memasuki Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (6/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) dan surat perintah penangkapan untuk Mantan Sekertaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan dua tersangka lain kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung pada tahun 2011-2016, Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto. Sebelumnya, Nurhadi telah beberapa kali mangkir dari pemanggilan KPK.

"KPK terbitkan DPO dan Surat Perintah Penangkapan untuk Nurhadi dan kawan-kawan pada Kamis (13/2)," ujar Plt Jubir KPK Bidang Penindakan, Ali Fikri di Gedung KPK Jakarta, Kamis (13/2) malam.

Baca Juga

Ali menegaskan, KPK akan terus bertindak tegas dan terus memproses perkara ini. KPK juga akan melakukan tindakan tegas sesuai hukum terhadap pihak-pihak yang tidak koperatif ataupun jika ada pihak-pihak yang melakukan perbuatan obstruction of justice atau menghalang-halangi proses hukum sebagaimana diatur di Pasal 21 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman

pidana minimal penjara 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling

sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta. 

Penerbitan DPO, sambung Ali, dilakukan setelah sebelumnya KPK telah memanggil para tersangka secara patut. Namun, ketiganya tidak hadir memenuhi panggilan tersebut.

"Sesuai ketentuan pasal 112 ayat (2) KUHAP (orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi dengan

perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya), tkait dengan hal

tersebut, selain mencari KPK juga menerbitkan surat perintah penangkapan," terang Ali.

 

Ali melanjutkan, penyidikan perkara ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019. Tersangka juga telah mengajukan praperadilan dan telah di tolak oleh Hakim PN Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020.

"Kami ingatkan kembali agar para saksi yang dipanggil KPK bersikap koperatif

dan pada semua pihak agar tidak coba-coba menghambat kerja penegak hukum," tegas Ali.

Ali menuturkan, dalam proses penerbitan DPO, KPK telah mengirimkan surat pada Kapolri pada Selasa (11/2)  untuk meminta bantuan pencarian dan penangkapan terhadap para tersangka tersebut. KPK juga membuka akses penerimaan informasi bagi masyarakat yang mengetahui keberadaan para tersangka untuk melaporkan kepada kantor kepolisian terdekat ataumenginformasikan pada KPK melalui Call Center 198 atau nomor telepon 021 25578300.

"Peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi sangat penting bagi KPK," ujar Ali.

 

Dalam perkara mafia kasus  ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Ketiganya ialah eks Sekretaris MA Nurhadi, menantu Nurhadi, Rezky Herbiyanto, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.

photo
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman bersiap menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (6/11).

Kasus ini terdiri dari dua perkara, yakni suap dan gratifikasi. Dalam perkara suap, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra melalui menantunya Rezky.

Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT. Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji sembilan lembar cek dari Hiendra dalam perkara Peninjauan Kembali (PK) di MA.

Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA serta Permohonan Perwalian.

Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Nurhadi sempat mengajukan gugatan praperadilan atas perkara di KPK, namun sudah ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Lewat pengacaranya, Maqdir Ismail,  Nurhadi menyatakan menerima putusan praperadilan PN Jakarta Selatan.

Maqdir mengatakan babak lanjut proses hukum kliennya ada di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor). Ia yakin, dapat membuktikan tuduhan keliru oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya.

"Praperadilan kan sudah diputuskan. Sekarang kewajiban kami untuk mengikuti proses hukum sampai ke pengadilan," kata Maqdir, Selasa (21/1).

Maqdir mengatakan, ada sejumlah barang bukti yang seharusnya dapat menjadi pertimbangan untuk menggugurkan status tersangka Nurhadi. Namun ditolak oleh Hakim Praperadilan PN Jasksel. Karena itu, ia mengatakan, bukti-bukti tersebut akan ia kembali sampaikan ke pengadilan.

"Kita bisa buktikan nanti di pengadilan, apakah yang disangkakan (oleh KPK) itu benar atau tidak," ujarnya.

[video] Tanggapan Republika Soal Suap Kasus Lippo Grup

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement