Rabu 12 Feb 2020 08:22 WIB

Komnas HAM: Proses Hukum WNI Eks Kombatan ISIS Masih Buram

Komnas HAM menilai proses hukum WNI eks kombatan ISIS masih buram.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik memaparkan kondisi terkini peristiwa kerusuhan di Wamena, Papua, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (30/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik memaparkan kondisi terkini peristiwa kerusuhan di Wamena, Papua, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (30/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mempertanyakan langkah lebih lanjut pemerintah dari keputusan tak memulangkan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi foreigner terrorist fighters (FTF). Hal yang paling utama dipertanyakan terkait penegakkan hukum terhadap para eks kombatan ISIS

"Lantas langkah pemerintah selanjutnya apa? terutama terkait penegakan hukum. Jangan lupa sebagian dari mereka terutama yang dewasa ikut terlibat dalam organisasi teroris," ujar Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, melalui pesan singkat, Rabu (12/2).

Baca Juga

Menurutnya, para eks kombatan ISIS itu dapat dikenakan pasal yang terdapat pada Undang-Undang (UU) Antiterorisme yang baru. Pasal itu, yakni pasal 12 A dan pasal 12 B terkait tindak pidana dari tindakan-tindakan yang mereka lakukan. Ada langkah lain jika memang mereka tidak ditindak dengan hukum Indonesia, yakni melalui hukum internasional. Pemerintah, kata Ahmad, dapat mendorong diadakannya peradilan internasional terhadap mereka, terutama bagi yang pernah menjadi kombatan.

"Kita belum jelas pemerintah akan melakukan langkah apa untuk penegakkan hukum terhadap mereka-mereka ini. Yang anak-anak bagaimana? Juga kurang jelas," jelasnya.

Ahmad mengatakan, pemerintah perlu memisahkan antara mana yang pernah menjadi kombatan dan yang tidak pernah menjadi kombatan dari total 689 WNI itu. Di antara para kombatan pun perlu dipisahkan baik yang pria maupun wanita. "Kalau kombatan, itu pidana. Pakai hukum nasional atau hukum internasional," ucapnya.

Saran bagi pemerintah untuk membawa persoalan WNI yang menjadi eks kombatan ISIS ke forum internasional juga disampaikan oleh pengamat terorisme dari Institute For Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi . Menurut dia, hal itu perlu dilakukan jika memang pemerintah memutuskan untuk tidak memulangkan mereka.

"Kalau tidak dipulangkan, mestinya, ya, kita nggak diam saja. Bawa persoalan ini ke forum internasional, bahas bersama. Karena soal ini kan juga jadi problem banyak negara," jelas Fahmi melalui pesan singkat, Selasa (11/2).

Pemerintah sendiri telah memutuskan tak akan memulangkan WNI yang teridentifikasi sebagai mantan teroris lintas batas atau FTF. Menurut Menko Polhukam Mahfud MD, sebanyak 689 WNI teridentifikasi bergabung sebagai FTF di berbagai negara di Timur Tengah, seperti Suriah dan Turki.

"Keputusan rapat tadi pemerintah harus beri rasa aman dari ancaman teroris dan virus-virus baru terhadap 267 juta rakyat Indonesia," ujar Mahfud usai rapat terbatas terkait teroris lintas batas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2).

Mahfud mengkhawatirkan, WNI eks ISIS tersebut justru akan membawa virus baru di Indonesia jika dipulangkan. Sehingga pemerintah memutuskan tak akan memulangkan para WNI mantan teroris tersebut.

"Bahkan tidak akan memulangkan foreign terorist fighters ke Indonesia. Meski begitu pemerintah juga akan menghimpun data yang lebih valid tentang jumlah dan identitas tentang orang-orang yang dianggap terlibat bergabung dengan ISIS," jelas Mahfud.

Kendati demikian, pemerintah masih akan mempertimbangkan untuk memulangkan anak-anak di bawah usia 10 tahun.  "Anak-anak di bawah 10 tahun akan dipertimbangkan tapi case by case. Ya lihat aja apakah ada ortunya atau tidak, yatim piatu," tambah dia.

Sementara itu, kata Mahfud, berdasarkan data dari CIA, terdapat 228 dari 689 WNI yang memiliki identitas. "Sisanya 401 tidak teridentifikasi. Sementara dari ICRP ada 185 orang. Mungkin 185 orang itu sudah jadi bagian dari 689 dari CIA. Kita juga punya data-data sendiri," ujar Mahfud.

Mahfud menegaskan, keputusan untuk tak memulangkan WNI eks ISIS tersebut dilakukan untuk menjamin rasa aman kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement