REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus melakukan indentifikasi dan validasi terhadap warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS. Data terkini menunjukkan, ada 699 WNI yang pernah menjadi foreign terrorist fighters (FTF).
"Iya (identifikasi) oleh BNPT. Sudah langkah awal ke situ sambil menampung masukan data baru kan tugas berikutnya validasi tentang jumlah," jelas Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (28/2).
Mahfud menjelaskan, dari hasil identifikasi itu, terdapat perubahan angka jumlah WNI yang pernah tergabung ke dalam ISIS. Sebelumnya, data yang pemerintah ketahui, WNI yang pernah menjadi FTF di luar negeri berjumlah 689. Data terakhir menunjukkan penambahan 10 orang menjadi 699.
"Dulu jumlahnya itu 689. Kemudian dua hari lalu bertambah 15 tetapi kemudian yang lima itu sudah tercakup di 689. Sehingga sekarang menjadi 699," jelas dia.
Ia pun meminta publik untuk memaklumi jika data yang pemerintah punya berubah-ubah. Itu karena pemerintah mendata orang-orang yang lari dari negaranya. Menurutnya, ada kemungkinan data tersebut berubah, baik bertambah maupun berkurang, setiap harinya.
"Harap dimaklumi, mereka orang lari. Jadi pergi dari Indonesia baik-baik terus pergi ke sana kita tidak tahu. Jadi kalau tiap hari bertambah atau berukang itu (mohon) dimaklumi," tuturnya.
Di samping itu, pemerintah telah memutuskan akan memulangkan anak-anak eks ISIS berusia 10 tahun ke bawah dan yatim-piatu. Kini, pemerintah baru memulai melakukan pengidentifikasian terhadap anak-anak yang memenuhi kriteria tersebut.
"Kita sekarang pada tahap permulaan mengidentifikasi kalau-kalau ada anak yang berada berumur di bawah 10 tahun (dan yatim-piatu). Itu akan dilakukan bagaimana penjemputannya, bagaimana pembinaannya. Itu akan terus dikoordinasikan," ujar Mahfud di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (24/2).
Di samping itu, pemerintah sudah berhasil mengidentifikasi sejumlah WNI eks kombatan ISIS yang berusia dewasa. Data mereka sudah mulai diserahkan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk dilakukan pemblokiran paspor.
"Mereka yang sudah teridentifikasi dengan nama, alamat asal, sekarang ada di mana, sejak kapan bergabung dengan ISIS, itu sekarang sudah mulai disetor ke Kemenkumham untuk paspornya diblokir," jelas dia.
Mahfud menjelaskan, pemblokiran terhadap paspor para eks kombatan ISIS dilakukan agar mereka tidak bisa kembali masuk ke Indonesia. Langkah tersebut diambil untuk para eks ISIS yang berusia dewasa.
"Sehingga nanti tidak bisa masuk lagi ke Indonesia," katanya.
Sebelumnya, pemerintah telah memutuskan untuk tidak memulangkan WNI eks kombatan ISIS dan akan mencabut status kewarganegaraan mereka. Mahfud menjelaskan, pencabutan kewarganegaraan melalui proses hukum administrasi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2007.