REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Jamhari Makruf meminta pemerintah serius melakukan pemetaan terhadap orang-orang yang pernah bergabung dengan kelompok ISIS. Sebab menurutnya, ada banyak alasan mengapa orang-orang tersebut yang bergabung dengan ISIS.
"Saya setuju pemetaan melibatkan banyak pihak untuk mendekati dan melihat motifnya dan seterusnya, saya kira pemting untuk pendataan," ujarnya dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (7/3).
Menurutnya, ada banyak WNI yang bergabung dengan ISIS karena tertipu atau diajak oleh seseorang. Sehingga pemetaan inu juga bertujuan untuk mendata WNI yang menjadi korban. "Mereka yang dalam hati, mereka menolak (bergabung ISIS), nah ini ada kesempatan mereka untuk berubah," katanya.
Pemetaan ini juga diperlukan untuk mengawasi WNI eks ISIS di sana. Karena bukan tidak mungkin, mereka tetap melakukan aksi terorisme, yang dapat mencoreng citra Indonesia. "Walaupun mereka tidak punya paspor Indonesia, saya kira jangan-jangan adanya stateless akan memperburuk citra Indonesia di luar negeri," ujar Jamhari.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan bahwa terdapat 1.276 warga negara Indonesia (WNI) terdata sebagai eks kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Data tersebut berdasarkan hasil koordinasi pihaknya dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88.
Dari 1.276 orang, hanya 297 yang tervalidasi memiliki paspor Indonesia. BNPT dan Densus 88 disebut Yasonna tengah berkoordinasi dengan pihak intelejen untuk melakukan penilaian atau asessment kepada mereka. "Berkembang data yang awalnya 689 (orang), terakhir pengembangannya sampai hari kemarin dengan BNPT, Densus (sebanyak) 1.276," ujar Yasonna.