Rabu 12 Feb 2020 00:50 WIB

Arkeolog: Patung Kuno di Tasikmalaya Belum Lama

Arkeolog menjelaskan nilai sejarah benda harus dilihat dari bahan dan bentuk benda.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Yudha Manggala P Putra
Warga menunjukkan patung kuno yang ditemukan di kawasan destinasi wisata Batu Mahpar, Kampung Tegalmunding, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Selasa (11/2).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Warga menunjukkan patung kuno yang ditemukan di kawasan destinasi wisata Batu Mahpar, Kampung Tegalmunding, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Selasa (11/2).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Arkeolog dari Balai Arkeologi Jawa Barat (Jabar), Lutfi Yondri menilai penemuan patung kuno di kawasan wisata Batu Mahpar, Kampung Tegalmunding, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya, belum termasuk peninggalan sejarah yang penting. Sebab, penemuan itu dianggap janggal.

Ia menjelaskan, untuk mengetahui nilai sejarah sebuah benda harus dilihat dari bahan dan bentuk benda tersebut. Secara sepintas terlihat patung itu terbuat dari batu cadas atau batu pasir. Menurut dia, jenis bebatuan itu sangat mudah untuk diubah bentuknya.

"Ini cukup menarik. Saya sudah mendapat berita itu tadi malam foto-foto itu. Tapi kalau lihat bahannya, itu mudah sekali diubah bentuknya," kata dia, saat dihubungi Republika, Selasa (11/2).

Ia menambahkan, patung-patung yang ditemukan dalam satu lokasi itu juga memiliki bentuk manusia dan gajah (ganesha). Namun, dalam ilmu arkeologi, patung berbentuk manusia itu berbeda zaman dengan patung ganesha.

Menurut Lutfi, dalam kepercayaan masa lalu, patung manusia itu digunakan untuk pemujaan arwah leluhur. Sementara patung ganesha sudah termasuk pemujaan dalam konsep agama Hindu.

Jika ditemukan patung-patung itu dalam satu lokasi yang berdekatan, ia menilai telah terjadi sebuah kesalahan. "Tidak sesuai dengan pakem arkeologi, baik dalam waktu maupun masa budaya," ujar dia.

Secara arkeologi, lanjut dia, patung-patung peninggalan masa lalu itu harus jelas kontekstualnya. Konteks itu dapat dikaitkan dengan kebudayaan, sejarah, atau asosiasinya dengan benda-benda lain, di lokasi tersebut.

Ia menegaskan, patung-patung yang ditemukan itu itu tidak akan berada dalam lokasi ketika berbeda zaman. "Dan itu ternyata, setelah saya verifikasi merupakan barang-barang yang belum lama dibuat untuk kepentingan pariwisata. Bukan benda lama," kata dia.

Lutfi mengakui, dalam lintas sejarah Tatar Sunda, memang terdapat benda-benda peninggalan seperti patung-patung. Namun, penempatan dan lokasi penemuannya tidak seperti yang ada di kawasan wisata Batu Mahpar.

Meski lokasi penemuan patung-patung itu berdekatan dengan peradaban Galunggung, yang masuk dalam sejarah Sunda, bentuk benda-benda peninggalannya tidak seperti itu. "Atau jika dikaitkan dengan Kerajaan Galuh tidak sama. Kalau kerajaan Sunda dan Galuh itu sudah membuat konsep kepercayaan yang tidak seperti itu lagi," kata dia.

Kendati demikian, informasi yang sudah beredar di media akan menjadi dasar untuk tim arkeologi pergi ke Batu Mahpar. Sebab, pembuktian akan sejarah harus dilakukan dengan nalar, bukan berdasarkan berita viral.

Sebelumnya, ditemukan sekira 22 patung berbagai bentuk di kawasan destinasi wisata Batu Mahpar pada Ahad (9/2). Satu patung berbentuk ganesha, sisanya berbentuk seperti manusia kerdil dan monyet.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement