Selasa 11 Feb 2020 03:54 WIB

Asosiasi Valas Bali Masih Soroti Money Changer tak Berizin

Money changer semacam ini telah beralih ke daerah Ubud, Kabupaten Gianyar.

Penukaran mata uang asing (ilustrasi)
Foto: Reuters/Soe Zeya Tun
Penukaran mata uang asing (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, GIANYAR -- Asosiasi Penukaran Valuta Asing (APVA) Bali menyoroti dugaan adanya pelaku kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) tak berizin. Usaha semacam ini sebelumnya beroperasi di kawasan wisata Kuta, Kabupaten Badung dan kini telah beralih ke daerah Ubud, Kabupaten Gianyar.

"Kami melihat kecenderungan oknum penipu dalam kegiatan penukaran valuta asing yang dari Kuta lari ke Ubud karena di kawasan Kuta dan Seminyak itu sudah mulai ketat pengawasannya," kata Ketua Badan Pengurus Daerah APVA Bali Hj Ayu Astuti Dhama di sela-sela kegiatan sosialisasi Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bali terkait ketentuan KUPVA BB di Ubud, Kabupaten Gianyar, Senin (10/2).

Baca Juga

Menurut Ayu, modus penipuan yang umumnya dilakukan oknum pelaku KUPVA BB (money changer) tak berizin adalah dengan melakukan kurang bayar terhadap transaksi penukaran mata uang asing dari wisatawan mancanegara. "Karena kami mendapatkan informasi tamu (wisatawan) ditipu-tipu itu, maka kami melakukan pengamatan ke Ubud," ucapnya.

Dari hasil pemantauannya hingga akhir 2019, ditemukan ada sekitar 12 gerai valuta asing diduga ilegal di kawasan wisata Ubud itu. Oleh karena itu, pihaknya mengapresiasi langkah dari pihak Kecamatan Ubud dan Majelis Desa Adat Kecamatan Ubud, yang meminta pembekalan dan sosialisasi mengenai ketentuan KUPVABB.

"Sosialisasi dan pembekalan ini sengaja diberikan kepada para bendesa (pimpinan desa adat) karena memang mereka yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan kegiatan usaha penukaran valuta asing juga berada di wilayah desa adat," ujarnya.

Jika para pimpinan desa adat sudah paham, lanjut Ayu, maka mereka bisa menginformasikan lebih lanjut mengenai ciri-ciri KUPVA BB tak berizin kepada masyarakatnya. Kemudian melaporkan kepada pihak terkait jika di lingkungan sekitar ditemukan pelaku penukaran valas ilegal.

"Harapan kami, dengan adanya sosialisasi dan penandatanganan pernyataan bersama dengan melibatkan Majelis Desa Adat di Kecamatan Ubud ini, maka akan berkurang //money changer tak berizin. Di samping kami memberikan pemahaman pada masyarakat bahwa usaha KUPVA masih menjanjikan bagi Ubud dengan geliat wisatanya yang bagus," katanya.

Bahkan pihaknya menginginkan jika ke depannya antisipasi kehadiran money changer ilegal juga bisa tertuang dalam perarem atau kesepakatan adat tertulis. "Kami mengapresiasi betapa 32 bendesa adat (pimpinan desa adat) di Kecamatan Ubud sangat antusias menyelamatkan wilayahnya dari pelaku money changer bodong," ujar Ayu.

Sebelumnya pihak Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali mencatat hingga akhir Januari 2020, jaringan kantor Penyelenggara KUPVA BB Berizin di Provinsi Bali tercatat sejumlah 627 kantor. Terdiri dari atas 127 kantor pusat dan 500 kantor cabang.

Kepala Divisi SP PUR Layanan dan Administrasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Agus Sistyo Widjajati mengatakan jumlah jaringan kantor Penyelenggara KUPVA BB Berizin itu meningkat 3,35 persen (yoy), dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 606 kantor, yang terdiri dari 123 kantor pusat dan 483 kantor cabang. Sementara itu, dibandingkan nasional jumlah jaringan kantor Penyelenggara KUPVA BB di Provinsi Bali mencapai 29 persen.

Untuk jaringan kantor KUPVA BB yang berlokasi di Kabupaten Gianyar tercatat sejumlah 69 kantor yang terdiri atas 12 Kantor Pusat dan 57 Kantor Cabang, dengan total transaksi Rp 3,97 triliun. Atau 11 persen dari total transaksi KUPVA di wilayah Provinsi Bali yang mencapai Rp 37,8 triliun.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement