Selasa 04 Feb 2020 09:16 WIB

Pesan Gus Sholah: Bersatulah!

Sosok pemersatu seperti Gus Sholah didambakan.

Gus Sholah
Foto: Republika
Gus Sholah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh Nahdlatul Ulama (NU)sekaligus Pemimpin Pondok Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid berpulang ke rahmatullah pada Ahad (2/2) malam. Para tokoh bangsa yang mengantarkannya ke peristirahatan terakhir mengenang pesan-pesan beliau soal pentingnya menjaga persatuan.

Gus Sholah, sapaan akrab KH Salahuddin, meninggal dunia pada Ahad, pukul 21.00 WIB. Ia mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, didampingi keluarga.

Baca Juga

Gus Sholah yang lahir di Jombang pada 11 September 1942 adalah cucu pendiri NU KH Hasyim Asy'ari dan adik kandung presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid. Jenazah almarhum dimakamkan di Kom pleks Ponpes Tebu ireng, Jombang, kemarin siang.

"Semua masya rakat Indonesia hari ini merasa kehilangan, bukan NU saja. Kita kehilangan seorang pejuang yang ikhlas merajut kebersamaan dengan sesama bangsa, dengan sesama umat,"ujar Mustasyar PBNU KH Ahmad Mustofa Bisri sebelum memimpin doa pemakaman.

"Beliau silaturahim ke mana-mana untuk kepentingan bukan hanya ukhuwah Islami yah (persatuan dalam Islam), bukan hanya ukhu wah wathaniyah (persatuan kebangsaan), tapi juga ukhuwah insaniyah wa basariyah(persatu an kemanusiaan)," kata Gus Mus menambahkan.

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj mengenang Gus Sholah sebagai kiai yang memegang teguh prinsip. Memang harus ada yang kritis terhadap NU supaya seimbang, katanya selepas melayat pada Ahad (2/2) malam.

Sinta Nuriyah, kakak ipar Gus Sholah, menekankan, kepergian Gus Sholah dirasakan semua orang. "Kita semua, bangsa ini, turut merasakan kehilangan atas wafatnya beliau," kata istri Gus Dur tersebut.

photo
Pemakaman Gus Sholah. Keluarga mendoakan KH Solahuddin Wahid usai prosesi pemakaman di komplek Ponpes Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Senin (3/2).

Di mata Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir, Gus Sholah adalah sosok yang sederhana, rajin bersilaturahim, berjiwa wasatiyah (seimbang), serta selalu mencari solusi untuk masalah umat dan bangsa.

"Pada saat Pemilu 2019, beliau tidak ingin bangsa ini terbelah karena politik. Beliau mengajak saya bersilaturahim dengan banyak tokoh. Beliau ingin bangsa ini dengan keragamannya tetap utuh," kata Haedar saat menghadiri pemakaman di Jombang, kemarin.

Contoh yang dihadirkan Gus Sholah itu harus ditiru generasi muda Indonesia. "Tentu saja kita berat ditinggal beliau, tapi kita harus ikhlas melepas beliau dengan ketulusan," ujar Haedar.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga mengenang, Gus Sholah mengingatkan, pertumbuhan ekonomi menjadi percuma apabila masih ada perpecahan di masyarakat. "Maka persatuan, persatuan, persatuan' itu juga berapa kali yang diingatkan ke saya setelah menjabat sebagai gubernur," ujarnya seusai penyambutan jenazah di Bandara Juanda.

Presiden Joko Widodo menyampaikan, Gus Sholah merupakan cendekiawan Muslim yang menjadi panutan bagi masyarakat Indonesia. Presiden menuturkan, terakhir bertemu dengan Gus Sholah di Pondok Pesantren Tebu ireng di Jombang dan di Istana Kepresidenan. "Banyak titipan (Gus Sholah) kepada kita," kata Presiden seusai melayat di rumah duka, Senin (3/2).

Sedangkan, Prof Din Syamsuddin menyatakan, kepergian Gus Sholah terjadi justru saat umat Islam memerlukan sosok yang bersangkutan. "Beliau adalah seorang negarawan, figur nan penuh dengan kearifan dan kebijaksanaan serta cenderung mempersatukan. Gus Sholah memiliki itu semua," kata Prof Din kepada Republika, Senin (3/2).

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menceritakan, Gus Sholah belakangan sempat mengungkapkan keinginan untuk mempertemukan para tokoh Islam yang belum terwujud.

Ya ayyatuhan nafsul muthmainnah, irji'i ila robbiki rodhiyatan mardhiyyah fadkhuli fi 'ibadi wadkhuli jannati." (dadang kurnia/fuji e permana/sapto andika candra/fauziah mursid ed:fitriyan zamzami)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement