REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (30/1) menetapkan 14 orang anggota DPRD Provinsi Sumatra Utara periode 2004-2019 atau 2014-2019 sebagai tersangka. Penetapan sebagai tersangka ke-14 wakil rakyat itu terkait kasus korupsi penerimaan hadiah dari Gubernur Gatot Pujo Nugroho.
"Hari ini kami akan sampaikan pengembangan penanganan perkara terkait dugaan tindak pidana korupsi memberi atau menerima hadiah terkait fungsi dan kewenangan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 dan atau 2014-2019," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung KPK, Kamis (30/1) malam.
Fikri mengatakan KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk melakukan penyidikan setelah melakukan proses pengumpulan informasi, data dan mencermati fakta persidangan dalam perkara tersebut terhadap 14 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara tersebut. Ke-14 tersangka tersebut yakni Sudirman Halawa (SH), Rahmad Pardamean Hasibuan (RPH), Nurhasanah (N), Megalia Agustina (MA), Ida Budiningsih (IB), Ahmad Hosein Hutagalung (AHH) dan Syamsul Hilal (SH).
Selanjutnya, Robert Nainggolan (RN), Ramli (R), Mulyani (M), Layani Sinakaban (LN), Japorman Saragih (JS), Jamaluddin (JD) dan Irwansyah Damanik (ID).
Fikri menyebutkan ke-14 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 dan atau 2014-2019 tersebut diduga menerima hadiah atau janji dari Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. Padahal, lanjut Fikri, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya atau untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatanya yang bertentangan dengan kewajibannya sesuai fungsi dan kewenangan Anggota DPRD Provinsi Sumatra Utara tersebut.
Hal tersebut terkait antara lain dengan persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2012 sampai dengan 2014 oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara. Lalu persetujuan perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2013 dan 2014 oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Begitu juga dengan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2014 dan 2015 oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara dan penolakan penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Provinsi Sumatera Utaar tahun 2015. "Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat dan barang elektronik bahwa 14 tersangka tersebut diduga menerima 'fee' dengan jumlah beragam dari Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho terkait pelaksana fungsi dan wewenang sebagai Anggota DPRD Provinsi Sumut," kata Fikri.
Fikri menambahkan, atas perbuatanya tersebut, 14 Anggota DPRD Provinsi Sumut Periode 2009-2014 dan atau 2014-2019 disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sedangkan, terhadap Gubernur Sumut dalam kasus ini (di luar sangkaan lainnya) telah divonis bersalah berdasarkan Putusan PN Tipikor Medan Nomor: 104/Pid.Sus.TPK/2016/PN.Mdn tanggal 9 Maret 2017 dengan pidana penjara empat tahun dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan.
Yang bersangkutan kemudian mengajukan banding. Putusan banding Mei 2017 mengnuatkan putusan PN pada Juli 2017 Jaksa eksekutor pada KPK telah mengeksekusi Gatot Pujo Nurgoho ke Lapas Sukamiskin Bandung, Jawa Barat. Fikri menyebutkan penetapan ke 14 Anggota DPRD Provinsi Sumut ini merupakan tahap keempat.
Sebelumnya, KPK telah memproses 50 unsur pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi Sumut periode 2004-2009 dan atau 2014-2019 dalam dua tahap. Yaitu tahap pertama pada 2015, KPK menetapkan lima unsur pimpinan DPRD Sumut.
Tahap kedua pada 2016, KPK menetapkan tujuh ketua Fraksi DPRD Sumut. Tahap ketiga pada 2018, KPK menetapkan 38 Anggota DPRD Sumut. "Seluruh tersangka kini sedang menjalani pidana masing-masing setelah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan dengan hukuman rata-rata empat hingga enam tahun penjara," kata Fikri.