REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra menilai maraknya kerajaan-kerajaan fiktif saat ini karena adanya disorientasi terhadap perubahan yang begitu cepat dalam era digital sehingga membuat semua serba instan. Misalnya penyebaran komunikasi melalui media sosial.
"Informasi itu dengan cepat menyebar dan kemudian orang kadang gak memiliki pengetahuan yang jelas mengenai kerajaan itu, iming-iming program yang bisa mendatangkan kekayaan kan gak jelas, tapi mereka tergoda," kata dia di kantor MUI, Jakarta, Rabu (22/1).
Menurut Azyumardi, kondisi ini memperlihatkan bahwa masyarakat masih sangat kuat kecenderungannya untuk menempuh segala sesuatu itu dengan jalan pintas.
"Jalan pintas itu ya cepat kaya, atau misalnya cepat umrah tapi biayanya gak masuk akal. Orang kita itu masih mudah percaya dengan iming-iming yang terlalu bagus untuk kita percayai, too good to be true. Terlalu bagus untuk bisa masuk akal.
Apalagi, Azyumardi melihat masyarakat saat ini juga kurang memiliki sikap kritis atas sesuatu atau iming-iming yang tidak masuk akal.
"Karena masyarakat kita masih punya kecenderungan kuat mau serba mudah serba instan serba cepat serba menerabas. Jadi sudah maju teknologinya dan informasinya, tapi justru penyebaran informasi yang cepat melalui medsos itu untuk kepentingan kejahatan dan penipuan, ini kan menipu orang," katanya.
Orang yang mengaku raja pun menurut Azyumardi sengaja membuat-buat dan memanfaatkan psikologi masyarakat seperti itu.